Monday, 4 April 2016

Pantai Greweng, Keindahan yang tersembunyi

Seminggu yang lalu Sabtu-minggu 26-27 Maret 2016 saya bersama teman-teman dikampung saya ngecamp di Pantai Greweng, Gunung Kidul. Setelah direncana beberapa minggu sebelumnya akhirnya kegiatan ngecamp itu terlaksana. Kumpul pukul 1 siang disalah satu rumah teman saya akhirnya baru bisa berangkat pukul 2 siang karena ada salah satu temen saya yang mendadak ikut dan saya bersama dua temen saya harus nyusul teman-teman yang lain yang sudah berangkat duluan. Pantai Greweng ini terletak disebelah timur Pantai Wediombo dan Pantai Jungwok. Walaupun dulu saya pernah mengunjungi pantai Wediombo namun kemarin itu saya benar-benar lupa jalannya, maklum udah hampir 10th yang lalu. Sampai daerah sebelum sambi pitu akhirnya ketemu dengan teman-teman yang tadi berangkat duluan dan kami kembali menyusuri jalan Jogja-Wonosari yang kebetulan sore itu cukup rame dengan Bus wisata maklum pas barengan long weekend.
Pantai Greweng
 Akhirnya sampai juga di daerah Kota Wonosari, tepatnya di bunderan siyono, kita ambil kekanan sama seperti arah ke Pantai Baron hingga ketemu dengan pertigaan Mulo, kita ambil ke kiri kalau lurus sampai Pantai Baron, kita kekiri arah ke Tepus perjalanan sudah hampir 2 jam namun belum ada tanda-tanda sampai ke daerah pantai hujan pun sempat turun sehingga kami sempat berhenti untuk memakai mantol didaerah Tepus ya walaupun sebenarnya hujan tidak terlalu deras. Sampai daerah Girisubo kami kembali beristirahat dan menunaikan sholat ashar di sebuah Mushola yang terdapat di komplek kantor kelurahan Desa Balong.
Hari semakin sore kita pun segera bergegas karena kata teman saya jarak menuju pantai Greweng dari tempat parkir cukup jauh dan kami ngak mau jalan dalam gelap malam karena dalam rombongan ada beberapa cewek yang pasti bakal tambah bikin ribit kalau jalan dimalam hari. Tak berselang lama dari tempat kita transit sholat ashar tadi akhirnya ketemu juga dengan TPR objek wisata Pantai Wediombo, dengan tarif Rp. 10.000 satu motor untuk dua orang, cukup murah dibanding dengan TPR Pantai Baron. Di TPR tersebut kita juga dikasih tau kalau jalan setelah TPR tersebut merupakan turunan yang cukup panjang jadi harap hati-hati. Setelah melewati turunan panjang dan berliku mulai terlihat sekilas laut lepas di kejauhan yang menambah semangat saya untuk segera sampai dipantai. Ngak berselang lama sampailah kita diparkiran untuk ke pantai Jungwok, dan Greweng ditepi jalan aspal menuju pantai wediombo tadi, tapi kami pikir jalan kaki nya masih jauh tapi kita juga sempet ragu nanti kalau motornya kita bawa masuk lagi disana masih ada tempat parkir ngak? Akhirnya temen saya ada yang bertanya sama warga setempat, dan disarankan untuk parkir ke tempatnya mbah Suro.
Melewati jalanan tanah yang cukup licin dibeberapa bagian karena ada kubangan air nya jadi harap hati-hati kalau ngak mau terpeleset. Setelah melewati jalan offroad tadi akhirnya kita sampai ditempat mBah Suro yang kami jadikan sebagai tempat parkir, melihat kedatangan rombongan kami mbah Suro pun menyambut dengan hangat. Dan kami merupakan rombongan yang pertama singgah ditempat tersebut sore itu. Setelah meminta ijin untuk parkir, dan beristirahat sejenak kitapun bergegas untuk menuju Pantai Greweng, karena dari tempat mbah Suro menuju pantai masih dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit jalan kaki dengan rute naik turun yang cukup menguras tenaga. Kami segera bergegas melangkahkan kaki menyusuri jalan setapak yang dipakai penduduk setempat untuk akses menuju ladang mereka, oh iya dari tempat mbah Suro tadi kami dibawain bekal timun suri. Setelah melewati jalan tanah dengan berbagai kontur dari tanah biasa, becek, hingga berbatu serta tanjakan dan turunan akhirnya pasir putih pantai mulai terlihat dari balik batu karang, terlihat juga beberapa tenda yang sudah berdiri. Karena sudah merasa lelah setelah melihat pasir putih terhampar rasanya lngsung pengeng nglekar aja, dan entah mengapa tas saya terasa berat sekali dan membuat nyeri pundak saya, padahal barang bawaan saya juga tidak terlalu banyak, dan akhirnya ada bagian dari tas saya yang jebol karena ngak kuat nahan berat maklum Cuma tas biasa. Bersambung dulu ya...
Oke mumpung ada waktu luang saya mau melanjutkan cerita saya tentang pantai Greweng ini, owh iya setelah saya analisis dan tanya keteman saya sepertinya yang membuat tas saya bertambah berat adalah water blader yang saya bawa, dan saya salah meletakannya, memang sih dengan water blader dalam perjalanan ketika haus akan lebih mudah untuk minum, namun seharusnya water blader itu diletakan dalam tas yang nempel ke punggung biar beban tidak terasa terlalu berat, FYI water blader saya berisi lebih dari 2 liter air sob.
Setelah semua rombongan sampai di pantai, kita pun menentukan lokasi untuk mendirikan tenda, owh iya pantai greweng ini merupakan cekungan yang tidak terlalu luas yang diapit dua karang, dan ditengah hamparan pasir putih tersebut mengalir sungai yang membelah pasir pantai tersebut. Setelah berdebat cukup panjang bagai sidang DPR akhirnya kita dapatkan lokasi untuk mendirikan tenda, yaitu disebelah barat pantai deket dengan dinding karang pantai. Menjelang pukul enam petang tenda sudah berdiri, dan kami semua bisa memasuki tenda masing-masing. Setelah memasukan baarang bawaan kedalam tenda, kami bersiap untuk sholat maghrib, dan diluar rintik hujan mulai turun beberapa teman saya sholat jama’ah diluar tenda namun karena saya telat dan intensitas rintik hujan juga semakin deras maka saya shoalat didalam tenda bareng Zulfi salah satu teman saya.
Setelah sholat kami mulai makan dengan bekal yang kami bawa dari rumah tadi, dan hujan semakin deras dan ditambah tiupan angin, semakin lama angin semakin kencang tenda mulai ngak stabil, tenda sebelah yang dihuni rombongan teman saya yang lain sudah mulai panik, sayapun juga mulai panik melihat kondisi angin yang begitu kencang dan hujan yang cukup deras, saya mulai berdiri sambil megang frame tenda sambil nyebut “Allahuakbar...Allahuakbar...Allahuakbar...” dan berharap angin dan hujan segera reda, namun hujan dan angin tak kunjung reda, pikiran mulai tak tenang, apa ini akibat perkataan salah satu teman saya sore tadi waktu mendirikan tenda yang agak sedikit takabur, dia tadi bilang “wes rapopo ra bakal ambruk keno angin iki tendo ne” sambil nganjeli tenda dengan batu. Angin masih berhembus dengan kencang, tenda yang ada di sebelah kanan tenda saya sudah roboh, temen-temen saya yang ada didalam tenda sudah mengungsi dibawah batu karang dan beberapa ada yang ikut membantu memegangi tenda yang ada di sebelah kiri saya, saya pun sempet keluar ikut memindahkan barang-barang yang ada ditenda teman saya ke dalam tenda yang saya tempati, air pun mulai masuk kedalam tenda, dan tak lama berselang frame tenda saya juga patah dan merobekan tenda. Tak lama kemudian badai itupun cukup mereda dan barang barang berharga seperti kamera, dan kompor buat masak dipindahkan dibawah karang, bener-bener kejadian luar biasa malem tersebut, dari 5 tenda 2 roboh dan rusak cukup parah, yang 1 lagi yang saya tempati walaupun frame nya patah dan tendanya sobek namun ngak sampe roboh. Untung saja 2 tenda yang ditempati cewek-cewek ngak ikut roboh. Karena cukup kedinginan sayapun berinisiatip untuk mamasak air sekedar untuk menyeduh kopi atau untuk membuat mie instant. Beberapa temen saya baju dan celananya basah, bahkan ada yang ngak bawa baju ganti karena tidak memperkiraan bakal ada kejadian seperti itu tadi.
Waktu menunjukan belum ada pukul 8 malam, dan pikir saya ini masih sore dan malam masih panjang, akankah kita akan kedinginan sepanjang malam karena tenda kita roboh, saya sempet berfikir gimana kalau yang rombongan cewek dijadikan satu tenda dan yang satunya bisa dipake buat yang cowok, namun sepertinya tidak memungkinkan. Setelah menghangatkan badan dengan kopi panas, dan hujan juga sudah mulai reda kamipun mulai berbenah ditenggah gelapnya malam kita mulai mengevakuasi tenda yang roboh, dan barang-barang yang ada didalamnya. Dan setelah itu kami berinisiatip membuat tenda dari banner yang kami pake buat alas waktu sholat tadi, akhirnya jadi juga tenda darurat tersebut. Ditengah hening malam selepas badai yang menerpa tadi, kami mencoba menyalakan api untuk menghangatkan badan dan juga untuk membakar jagung yang kami bawa dari rumah. Di pantai Greweng ini sebenernya jika kita mau membuat api unggun, kita ngak perlu repot-repot bawa kayu bakar, karena di area pantai ni ada yang jual kayu bakar, namun perlu di ingat kalau kita mau membuat kayu bakar kita harus menyewa alasnya dari penjaga pantai yang sekaligus jualan tersebut ya memang buat menjaga kebersihan pantai juga sih, ya walaupun kita juga sudah ditariki dana kebersihan namun ya bukan berarti kita boleh bebas mengotori pantai to?
Setelah kenyang menikmati jagung bakar, sayapun mulai terasa ngantuk, walaupun teman yang lain masih assik ngobrol sana sini, saya mencoba untuk melelapkan mata karena besok masih ada perjalanan pulang yang memakan waktu cukup lama jadi saya takut ngantuk dijalan. Akhirnya pagi yang indahpun menjelang, birunya langit mulai nampak terlihat, di pantai Greweng ini kita tidak bisa menikmati indahnya sunrise karena memang pantai ini diapit oleh dua tebing. Setelah matahari kembali bersinar, kami mulai assik bermain air dipantai, walaupun ombak nya terpecah oleh dua tebing yang mengapit pantai namun kita tetep harus selalu berwaspada saat bermain air dipantai, khususnya pantai laut selatan, karena memang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Puas bermain air, dan mataharipun semakin terik bersinar, kami pun mulai mengemasi tenda, karena beberapa rombongan yang lain juga sudah pada kukut.
Kukut-kukut tendapun kelar dengan beberapa tenda yang sobek akibat badai semalem, sebelum meninggalkan pantai greweng kita sempatkan buat foto-foto terlebih dulu buat mengabadikan moment, dan kita kembali menyusuri jalan setapak yang kita lalui tadi sore, bedanya saat pulang kita berjalan ditengah terik matahari dan stamina yang sudah mulai menurun, namun dengan dengan tekad yang kuat kita bisa kembali ketempat kami parkir sepeda motor dengan selamat. Setelah istirahat sejenak kita kembali lanjutkan perjalan ke rumah dengan menahan rasa ngantuk yang amat sangat luar biasa.



     

statistics

dwitoro

sebagian kecil cerita hidup saya

Subscribe

Recent

Comment

Gallery

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Follow us on FaceBook

About

Powered by Blogger.

Popular Posts