Friday, 27 May 2016

27 Mei 2006

27 Mei 2006 mungkin akan menjadi salah satu sejarah kelam bagi Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, khusus nya bagi warga Bantul, sebuah Kabupaten di wilayah selatan Kota Jogja. Pagi itu kurang lebih pukul 05.53 menit kota Geplak ini diguncang gempa dengan kekuatan 5,9 SR yang meluluh lantahkan sebagian rumah warga Bantul, kurang dari 1 menit goncangan gempa tersebut, namun efek yang ditimbulkan cukup besar. Lebih dari 4000 nyawa melayang, dan ribuan masyarakat yang rumahnya runtuh akibat gempa, belum lagi korban yang harus kehilangan bagian dari tubuhnya yang harus diamputasi.
05.53 pagi bagi sebagian orang mungkin belum terbangun kala itu, persis seperti saya, sabtu pagi itu saya terbagun karena merasakan getaran dari dalam bumi yang cukup kencang, yang membuat saya lari meninggalkan tempat tidur saya dan keluar dari rumah saya, walaupun saya orang Bantul, tapi mungkin goncangan gempa yang dirasakan didaerah saya berbeda dengan daerah yang berada di seputaran pusat gempa sana, saya bersyukur karena saya masih bisa berlari keluar rumah, saya bersyukur karena rumah simbah saya yang selama ini saya tinggali juga tida runtuh. Sampai diluar rumah saya masih bisa merasakan goncangan tanah tersebut, pikir saya gempa tersebut berasal dari gunung Merapi yang ketika itu memang sedang bergejolak yang hampir setiap malam mengeluarkan lava pijar. Namun setelah mendengar siaran berita di Radio saya baru tahu kalau gempa bukan berasal dari Gunung Merapi, setelah gempa mereda dan melihat kerusakan rumah dan juga tetangga kemudian saya mandi, terus masuk sekolah, karena itu hari sabtu dan juga melihat kerusakan yang tidak begitu parah di kampung saya maka saya putuskan untuk tetap sekolah. Sampai disekolah keganjilan tersebut mulai nampak, sekolah cukup lengang, dan beberapa bangunan sekolah runtuh. Kemudian saya putar balik kendaraan saya dan pulang lagi kerumah, sampai rumah mulailah terjadi ssedikit kecemasan, mendapat kabar kalau Pasar Niten juga rusak parah akibat gempa saya langsung kepikiran simbah saya yang jualan di Pasar Niten, belum lagi pak lik saya yang di Kalimantan juga telp kalau rumah mertua nya di daerah Jetis Bantul juga runtuh dan saya disuruh menengok kesana, akhirnya saya sama salah satu bu lik saya yang dirumah mencoba menengok kesana sekalian ngecek simbah saya.
Namun ketika baru keluar sampai jalan depan rumah Alhamdulillah simbah saya sudah sampai rumah, akhirnya saya lanjutkan perjalanan, baru jalan sekitar 2 kilometer dari rumah terdengar isu Tsunami lak yo mak njengirat bulu kuduk saya langsung kembali putar balik motor saya dan tancap gas kembali, sampai rumah juga cukup panik, mau mengungsi kemana pikir saya, karena rumah saya juga sudah termasuk dataran tinggi, banyak warga yang mengungsi sampai daerah saya bahkan terus kebarat ketempat yang lebih tinggi kepanikan benar-benar mencapai puncaknya! Ditengah kepanikan tersebut salah satu teman saya ada yang nekad memanjat tower telekomunikasi yang kebetulan baru selesai dibangun dan belum di fungsikan namun setelah sampai atas hasilnya nihil, katanya dari atas gelap kayak ketutup kabut, kemungkinan itu debu sisa robohnya bangunan akibat gempa tadi pagi. Isu baru mereda setelah ada salah satu warga dengan alat komunikasi HT bisa mendapat informasi dari tim SAR pantai Parangtritis bahwa disana aman-aman saja tidak ada yang namanya Tsunami Alhamdulillah perasaan pun menjadi lega. Setelah isu mereda saya diajak teman saya berkeliling saya lewat daerah Kasongan, Jln Bantul, hingga daerah Kauman barat alun-alun Utara.

Sepanjang perjalanan saya melihat pemandangan yang memilukan, rumah roboh, ada juga korban yang dievakuasi dari dalam reruntuhan, orang-orang dengan luka dikepala duduk bergerombol dipinggir jalan, dan juga suara sirene ambulance yang sering terdengar. Terlepas dari bencana alam tersebut, kini Bantul sudah bangkit kembali sebagai Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia ini rumah-rumah warga yang dahulu runtuh terkena gempa kini sudah kokoh berdiri kembali lewat program rekonstruksi pasca gempa yang di programkan oleh pemerintah. Gempa 27 Mei 2006 merupakan pelajaran yang berharga bagi warga Bantul yang tak akan terlupakan, banyak pengalaman berharga dari peristiwa tersebut. Salam Bantul Bangkittt! 

Tuesday, 24 May 2016

Pesona Pantai Batu Karas

Bagi pecinta olah raga surfing mungkin sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Pantai Batu Karas,pantai yang terletak di Desa Batu Karas, Kecamatan Cijulang, ini dapat ditempuh dengan jarak kurang lebih 34 kilometer dari Pantai Pangandaran atau sekitar 30 menit perjalanan. Selain asik buat bermain surfing pantai ini juga cocok untuk melihat keindahan Sunrise atau matahari terbit, ada dua spot yang cukup nyaman untuk menanti kemunculan sang surya dari ufuk timur, yang pertama dari bibir pantai, kita dapat menikmati keindahan sang surya yang perlahan memancarkan sinarnya sambil bermain air dengan ombak yang tidak terlalu besar dipagi hari, pantai batu karas ini cukup landai, namun kita juga harus tetap berhati-hati karena juga ada tanda bendera area berbahaya untuk bermain air. Selain dari bibir pantai untuk menikmati kemunculan sang fajar juga dapat dilihat dari atas bukit, dari sini sepertinya lebih menarik karena kita dihadapkan langsung dengan laut lepas samudera hindia.
kilau keemasan memantul di atas air pantai Batu Karas

     Selain kita dapat menikmati keindahan alam, di pantai Batu Karas ini kita juga dapat bermain berbagai permainan air mulai dari surfing, banana boat, donat boat, pelampung, mini papan surfing yang disewakan disepangjang bibir pantai. Namun sayang kemarin pas kesana saya sama sekali tidak mencoba dari berbagai permainan tersebut, karena masih terlalu pagi dan waktu saya disitu juga tidak banyak,karena sebenarnya kepantai Batu Karas hanya buat transit karena tujuan saya ke Green Canyon, sedangkan Green Canyon sendiri mulai beroperasi pukul 08.00 pagi sedangkan saya sampai daerah pangandaran kurang lebih pukul 04.00 pagi jadi sebelum ke Green Canyon kita mampir dulu ke Batu karas sekalian melihat matahari terbit. 

Belajar Membatik Kayu di Desa Wisata Krebet

Kata batik mungkin sudah tidak asing lagi ditelingga kita, apalagi sejak di akui oleh UNESCO bahwa batik merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia dan semua orang latah memakai batik, batik pun mulai berkembang yang dulu hanya dipakai pada acara formal semata, kini pakai kemeja atau baju batik bisa kapan saja dan dimana saja, anak mudapun kini sudah tidak malu lagi mengenakan batik. Namun taukah kalian bahwa tidak hanya kain yang dapat dibatik? Bahwa kayu ternyata juga dapat dibatik, seperti yang berkembang di Desa Wisata Krebet yang terletak di Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Disanan jauh sebelum UNESCO mengakui bahwa batik merupakan peninggalan budaya asli Indonesia sebagian masyarakatnya telah mengembangkan kerajinan Batik Kayu.
mendapat penjelasan dari owner sanggar punokawan sebelum praktek 
     Kebetulan hari Sabtu 21 Mei 2016 kemarin saya berkesempatan mengunjungi Desa Wisata tersebut berserta rombongan saya dari SMK Muhammadiyah Bangunjiwo untuk melakukan kegiatan luar kelas pada mata pelajaran Seni Budaya. Saya pilih Desa Wisata Kerebet karna disana kita bisa mengenal 2 seni kriya sekaligus yaitu kriya kayu dan juga kriya batik. Disana anak-anak akan melihat para pengerajin membuat topeng dari kayu dengan cara dipahat, setelah jadi sebuah topeng barulah proses pewarnaan dengan cara di Batik. Selain melihat tentu saja anak-anak dapat praktek secara langsung membatik pada topeng yang telah disediakan di CV. Sanggar Punokawan yang kami kunjungi kemarin, sanggar terbesar di Desa Wisata tersebut.
dengan sabar mbak e mendampingi anak-anak praktek membatik
       Sebelum praktek, anak-anak juga dikasih penjelasan terlebih dahulu oleh pemilik sanggar dan juga didampingi oleh karyawannya yang dengan telaten mengajari anak-anak bagai mana mengunkan canting yang baik dan benar. Karena ini merupakan pengalaman pertama anak-anak membatik diatas media kayu, jdai maklum lah hasilnya agak sedikit belepotan. Setelah selesai menuangkan lilin dengan canting diatas kayu, langkah selanjutnya yaitu pewarnaan, anak-anak juga diajak ikut melihat proses pewarnaan tersebut, setelah selesai diwarna selanjutnya pelorodan yaitu menghilangkan sisa lilin yang menempel pada kayu, setelah selesai di lorod langkah selanjutnya dijemur. 

anak-anak dengan teliti menuangkan lilin diatas kayu dengan canting
Pada dasarnya proses membatik pada kayu itu sama dengan membatik pada kain, Cuma beda medianya. Setelah kering, topeng kayu hasil karya anak-anak tadi dapat dibawa pulang tentu saja itu akan menjadi kenang-kenangan yang cukup berharga untuk anak-anak, selain dapet ilmu juga dapat cindera mata hasil karyanya sendiri sangat menyenangkan bukan? Berminat belajar membatik pada kayu untuk mengisi libur akhir pekan mu? Silahkan hubungi saya, nanti saya antar kesana, harga cukup murah selain itu kalian juga bisa mengunjugi spot-spot menarik yang terletak tidak jauh dari Desa Wisata Krebet.  
hasil karya anak-anak dapat dibawa pulang setelah jadi

statistics

dwitoro

sebagian kecil cerita hidup saya

Subscribe

Recent

Comment

Gallery

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Follow us on FaceBook

About

Powered by Blogger.

Popular Posts