Tuesday, 26 May 2015

Gowes Explore Bantul

    Sabtu 23 Mei 2015, menambah pengalaman baru saya dalam Gowes sepeda, setelah tertunda sekitar 2 minggu dari rencana awal, kemarin sabtu akhirnya saya bisa mancal pedal sepeda saya sampai perbukitan Imogiri, Dlingo, dan Pleret. Daerah tersebut sebenarnya tidak begitu asing bagi saya, namun biasanya saya ke daerah tersebut mengunakan sepeda motor.
    Sabtu pagi sekitar pukul 05.45 menit saya menunggu Davit Anggoro salah satu teman dari tetangga kampung saya di pos kampling yang kami jadikan meet point sebelum berangkat, janjian nya sih jam 05.00 pagi,namun ternyata jam segitu masih langit cukup gelap. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya dia pun datang, dan kami pun memulai explore bantul bagian timur dengan penuh semangat. Sebenarnya pagi itu saya juga mengajak beberapa teman kampung dengan pancingan gowes ke Stadion Sultan Agung Bantul yang memang jaraknya lebih dekat dari pada ke Imogiri, beberapa teman memang ada yang berminat, namun ketika esok pagi nya mereka muntir dan ngak jadi ikut, alhasil hanya saya dan Davit yang nGowes pagi itu.
    Rute pagi itu seperti rute gowes ke Imogiri sebelumnya, yaitu melalui Kasongan ketimur, tembus kampus ISIS *ISI Sewon maksud e, terus lewat Tembi keselatan hingga tembus timur perempatan Manding, keselatan lagi melewati jalanan ditengah sawah yang masih sedikit berkabut, dan bertemu dengan anak-anak yang mau berangkat ke sekolah, maklum ngak pas hari libur, hingga tembus jalan daerah timu perempatan bakulan ketimur menuju Imogiri, setelah hampir 1 jam perjalanan kami melewati bekas Pasar Imogiri, dan kami ambil kanan menuju kebun buah mangunan, dan disinilah perjalanan sesungguhnya dimulai, awalnya sih tanjakannya masih biasa dan tenaga kami juga belum banyak terkuras karena kita ngayuh sepedanya relatif santai, namun semakin ke atas ternyata mulai terasa semakin berat, namun belum sampai TTB kok hingga akhirnya sampailah disebuah bukit, entah apa namanya namun sepertinya bukit tersebut sering buat mampir dan foto2 karena memang view dari atas bukit tersebut cukup bagus.
Tanjakan Pertama dan masih SEMANGAT!
      Sambil melepas lelah dan menikmati minum yang saya bawa plus bonus udara segar dan pemandangan yang cukup bagus, saya pun ikutan berfoto kayak beberapa pengunjung yang mampir ditempat tersebut. Sesaat sebelum kami meninggalkan tempat tersebut, kami bertemu dengan seorang Goweser, setelah berkenalan yang ternyata namanya juga sama dengan nama saya hahaha emang dasar nama pasaran sih ya, ternyata orang tersebut rumah nya Krebet, salah satu Desa Wisata penghasil batik kayu yang cukup terkenal di Bantul dan tidak jauh juga dari tempat tinggal saya, akhirnya mas Dwi dari Krebet tersebut ikut gowes bareng kami, karena ketika saya tanya tujuannya mau kemana juga binggung katanya asal gowes aja gitu.
melepas lelah sambil menikmati indahnya pemandangan
       Mas Dwi tersebut sebenarnya berdua juga dengan temannya, namun entah karena konflik apa sehingga temannya tersebut tega meninggalkan mas Dwi tersebut untuk melanjutkan perjalanannya sendiri dan temannya putar balik pulang kerumah. Oke perjalanan kami lanjutkan menuju Kebun Buah Mangunan, tanjakan panjang didepan semakin menguras tenaga, maklum masih pagi belum sempet sarapan, akhirnya sayapun menyerah dan harus rela TTB Tutun bike, setelah beberapa kali TTB akhirnya kita sampai di pertigaan kalo kekanan arah Kebun Buah Mangunan, sejenak kita melepas lelah di pertigaan tersebut, kalo menurut hitungan jarak tempuh dari Edomondo sih jaraknya dari tempat istirahat yang pertama tadi belum terlalu jauh sekitar 3-4Kilometer, namun capeknya melebihi perjalanan dari rumah sampai Imogiri hehehe.
"KZL" narsis di Hutan pinus 
            Karena tujuan kita memang bukan Kebun Buah Mangunan dan kalau mau putar balik juga sudah nanggung, maka kitapun kembali melanjutkan perjalanan menuju Hutan Pinus, dan kembali kita pun TTB kecuali mas Dwi yang tetep genjot pedal, entah terbuat dari apa itu lutut sehingga kuat kayak gitu, saya sendiri sudah sekitar 2 mingguan ini ngak bersepeda, Cuma jum’at pagi kemarin saya coba gowes itung-itung buat pemanasan biar ngak kaget dengan rute juga ngak begitu jauh, tapi ya kalo rutenya kayak gini tetep aja pemanasan kemari seperti ngak ada artinya hahaha. Sampai hutan pinus sudah cukup ramai orang yang berkunjung kesana entah itu untuk sekedar main, cari udara segar atau sekedar berfoto untuk memenuhi koleksi foto di Instagram nya. Saya pun ngak mau kalah, namun cukup sepeda saya saja yang narsis di Hutan pinus tersebut.
      Sampai di hutan pinus mas Dwi rekan baru kami tadi mampir disebuah warung, kami pun ditawari untuk ikut mampir, namun kami karena keburu siang dan panas kamipun ngak ikut mampir dan melanjutkan perjalanan kembali, dan sampailah di puncak bukit becici, namun kita juga ngak masuk kedalam, Cuma mampir foto doang di depannya, dan kembali melanjutkan perjalanan tak lama kemudian mas Dwi tadi sudah berhasil menyusul kami, setelah melewati tanjakan dan turunan sampailah kita di turunan yang cukup mengasikan, namanya Cino Mati, cukup serem sih, tapi seru, perjuangan TTB tadi seperti dibayar lunas dengan menuruni jalan Cino Mati ini walaupun dari atas sampai bawah jurang dari 10 menit namun sensasinya sungguh menyenangkan. Sampai dibawah kita sudah sampai didaerah Pleret, dan jalanan kembali datar, tak ada lagi tanjakan Jahanam.

       Sampai di barat perempatan Jejeran kami berpisah dengan mas Dwi tadi, sepertinya dia kembali ke rumah temennya yang telah meninggalkannya di jalan tadi, sampai daerah tembi kami mampir beli soto untuk menambah stamina, jam sudah menunjukan pukul 10 lebih, dan jarak yang sudah kami tempuh sudah lebih dari 40 kilometer dengan tanjakan yang menguras tenaga tadi, setelah selesai makan, kami lanjutkan lagi perjalan, walaupun kenyang tapi rasa lelah tetap ada, dengan sisa sisa tenaga akhirnya sampai rumah juga sekitar pukul 11.00 dengan total jarak tepuh sekitar 53 kilometer, dengan melewati 6 Kecamtan di kabupaten Bantul, mulai dari kecamatan Kasihan, Sewon, Jetis, Imogiri, Dlingo dan Pleret. Gowes selanjutnya mau kemana lagi? Pengennya sih ke Kali Kuning, tapi ya tergantung arah angin. Kalo di agenda si Ahad 31 Mei 2015 besok ikut event Jogja Bike Heritage 2015.         

Friday, 15 May 2015

Kebun Teh Nglinggo dan Air Terjun Sidoharjo Samigaluh

            Kamis 14 Mei 2015 yang bertepatan dengan hari libur hari besar keagamaan, sebenarnya beberapa hari sebelumnya saya ingin gowes ke daerah hutan pinus Dlingo terus turunnya melaui cino mati, namun sayang partner gowes saya berhalangan karena harus mengantar ibuknya periksa, oke rencana gowes kesana ditunda dulu. Malem kamis partner mbolang saya kemarin Tata wasapp saya, besok libur kemana sob? Saya jawab aja belum ada agenda karena mau gowes tapi batal, setelah berfikir mau kemana, akhirnya saya tawarin ke kebun teh Nglinggo, Samigaluh, Kulon Progo kayaknya asik untuk menyegarkan pikiran yang beberapa hari ini cukup dipusingkan gara-gara ada anak ababil yang ngancem-ngancem mau membunuh saya padahal masalahnya sih menurut saya amat sangat sepele.
            Oke saya tidak mau membahas lebih jauh lagi tentang ababil tersebut, yang penting Alhmadulillah sampai detik ini saya masih diberi hidup sama Alloh SWT, dan kalau memang takdirnya mati, semua manusia juga pasti akan mati, dan hikmah dari kejadian ini buat saya adalah untuk lebih berhati-hati dalam setiap perbuatan. Nah dari pada panik mikirin ababil tersebut mending saya tinggal piknik aja, dan seperti yang saya sebutkan tadi petualangan kali ini menuju ke kebuh Teh Nglinggo yang saat ini lagi cukup ngehitz, dan seperti petualangan saya ke Gunung Kidul Kemarin, sekali jalan dua tempat wisata terlampaui, untuk kali ini sebelum ke kebun teh, saya mampir ke Curug Sidoharjo karena memang jalurnya searah. Ya walaupun belum pernah ke kebun teh ataupun ke air terjun curug Sidoharjo tersebut, namun kalau jalan ke arah Samigaluh saya mah udah cukup hafal ya walaupun masih ngidupin GPS.
            Jalur yang saya lewatin kemarin dari arah sleman, baik Sayegan atau Godean langsung saja menuju kantor kecamatan Minggir, dari situ tinggal kebarat melewati jembatan Kali Progo sampai ketemu perempatan Dekso, dari perempatan Dekso tinggal ikutin aja jalan kebarat menuju Samigaluh, dan untuk menuju curug Sidoharjo nanti pas tanjakan ada plang menuju Mts  Samigaluh nah ikuti aja jalan tersebut yang berkelok dan naik turun dengan jarak kurang lebih 4.5 Kilometer, setelah ketemu Mts Samigaluh tersebut belok kiri, dan sudah ada petunjuk untuk menuju ke curug Sidoharjo tersebut. Untuk masuk mengunjungi curug Sidoharjo pengunjung dikenai biaya restribusi sebesar Rp. 4000 untuk parkir motor dan dua orang pengunjung, cukup murah sih, nah dari parkiran motor untuk mencapai ke air terjun tersebut kita harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak, dipinggir sawah dan disamping parit air, jadi kalau jalan hati-hati kalau ngak mau kecemplung keparit.
view air terjun Sidoharjo
            Setelah berjalan kurang lebih 15 menit dengan jalan yang cukup landai akhirnya tiba juga di air terjun Sidoharjo, air terjun tersebut cukup tinggi, tapi ngak ada keterangan berapa ketinggian air terjun tersebut jadi saya ngak tau tingginya berapa karena ngak sempet ngukur juga. Walaupun tinggi namun debit airnya ngak sederas kayak air terjun Tawangmangu di Karanganyar Jawa Tenggah, bahkan pas teman saya berkunjung ke sini pas debit air nya sangat kecil, jadi kalau mau kesini pastikan bukan pas musim kemarau karena bisa dipastikan airnya ngak mengalir. Karena waktu yang semakin sore dan masih ada tujuan selanjutnya maka saya tidak berlama-lama di curug tersebut, seperti biasa setelah berfoto-foto saya dan tata langsung balik keparkiran dan melanjutkan perjalanan ke kebun teh Nglinggo, akses jalan untuk menuju kesana cukup mudah, kita tinggal ikuti aja jalan nanjak yang cukup tinggi untuk menuju Samigaluh, setelah sampai atas ada pertigaan kalau kekanan menuju puncak suroloyo, kita ambil kiri dan ikuti aja jalan tersebut insya alloh berada dijalan yang benar sampai mentok pasar Plono kalau ngak salah nanti sudah ada petunjuk kekanan dengan jalan yang cukup naik menuju Desa Wisata Kebun Teh Nglinggo.
            Memasuki kawasan Desa wisata nglinggo pengunjung ditarik restribusi biaya masuk Rp. 3000 untuk satu motor dua orang, ngak tau kalau sendirian berapa, dan untuk tarif parkir Rp. 2000 untuk satu motor, kalau saya sarankan sih parkir diatas sekalian biar ngak capek jalannya kayak saya kemarin tapi kalau mau olahraga ya monggo. Kebun teh Nglinggo sendiri tak seluas kebun teh yang ada di puncak Jawa Barat, atau kebun teh yang pernah saya kunjungi juga di Karanganyar Jawa Tenggah, namun ya lumayanlah buat refershing dan melihat kebun the tanpa harus jauh-jauh keluar provinsi, ya walaupun Nglinggo juga sudah berada diperbatasan Provinsi DIY-JATENG, setelah sampai dikawasan kebun teh ada papan petunjuk menuju puncak apa gitu kemarin lupa namanya, karena penasaran sayapun menuju kesana dan abaikan dulu untuk berfoto dikebun teh, setalah berjalan kurang lebih 10 menit dan membayar restribusi sebesar Rp. 2000 kami pun tiba dipuncak tersebut, dan puncak tersebut sudah berada diwilayah Magelang Jateng. Kalau cuaca cerah saya kira dari atas puncak tersebut dapat melihat Gunung Sindoro dan Sumbing, sayang kemarin cuaca tidak cukup cerah, namun view dibawah cukup baguslah.
salah satu sudut kebun teh Nglinggo Samigaluh
            Sejenak beristirahat sambil menikmati sejuk dan segarnya udara pegunungan yang gagal saya dapatkan di Embung Batara Sriten kemarin, namun karena waktu yang sudah semakin sore kamipun tidak bisa berlama-lama dipuncak tersebut, setelah mengabadikan moment dengan beberapa pose bak model papan atas kamipun menuju kembali ke kebun teh karena tadi juga belum sempat berfoto disana hahaha sepertinya belum afdol kalau belum foto, sambil turun kita masuk ke salah satu petak kebun teh tersebut untuk foto, sambil membahas kenapa tadi parkirnya ngak diatas aja biar jalannya ngak jauh hahaha. Sebenarnya pengen mampir disalah satu warung teh yang ada disekitar kebun tersebut, sepertinya assik ngeteh ditengah kebun the, namun sayang waktu yang tidak memungkinkan, akhirnya kami putuskan untuk langsung turun dan kembali ke habitat kita masing-masing. Setelah ini mau mbolang kemana lagi? Em ngak tau juga tergantung arah angin mau mengantar kita kemana.


Tuesday, 12 May 2015

Embung Sriten

            Setelah paginya Gowes ke Manggiran dengan total jarak tempuh sekitar 28 kilometer plus melewati tanjakan yang cukup Jahanam, siang harinya dilanjut jalan sama Tata salah satu teman saya yang katanya lagi kurang piknik ke Gunung Kidul, naik motor sih ngak jalan kaki. Ya tujuan saya ke Gunung Kidul kali ini ke Embung Batara Sriten, sebuah embung yang terdapat di daerah Pilangrejo, Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul. Embung ini masih relatif baru dan belum lama juga di resmikan oleh Pak Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut saya ini salah satu embung yang cukup keren dari berbagai embung yang pernah saya kunjungi. Terletak didaerah perbukitan yang katanya tertinggi didaerah Gunung Kidul berarti lebih tinggi dari Gunung Api Purba ya? Bisa jadi karena kemarin saya juga tidak menghitung ketinggiannya Cuma menghitung jarak tempuh dari rumah saya sampai Embung tersebut sekitar 60 kilometeran.
            Embung Batara Sriten merupakan sebuah embung tadah hujan yang konon fungsinya untuk perairan untuk daearah dikawasan embung tersebut yang akan dijadikan kebun buah, untuk ukurannya dari embung Nglangeran yang lebih dahulu dibuat embung Batara Sriten ini lebih luas dan bentuknya juga tidak oval seperti Embung Nglangeran. Karena terletak diatas bukit yang katanya tertinggi di Gunung Kidul tadi maka tidak salah kalau dari embung Batara Sriten ini view pemandangannya cukup bagus, bisa dikatakan kalau mau melihat sisi lain dari Gunung Kidul ya datanglah ke Embung Batara Sriten ini karena pemandanganya memang cukup keren. Selain menikmati landscape perbukitan di wilayah Kabupaten Gunung Kidul kita juga dapat menikmati pemandangan di wilayah Kabupaten Klaten dan dari tempat tersebut kita juga dapat melihat dengan jelas Rowo Jombor, dengan catatan anda datang pas cuaca cerah dan tidak berkabut ya, owh iya diatas puncak Embung Batara Sriten ini juga terdapat sebuah makam, jadi ya hati-hati jaga sopan santun ya.
Salah satu sisi landscape puncak Embung Batara Sriten
            Walaupun terletak diatas ketinggian tapi kemarin saya tidak merasakan sejuk atau dinginnya udara khas pegunungan kayak di puncak suroloyo, ya maklum saya sampai sana pas panas2e sekitar jam 14.00 dan sampai sana dikejutkan dengan rombongan pesepeda yang kebetulan juga baru tiba, manteb bener ni gowesnya, dan ketika saya tanya katanya rombongan dari Kota Gede gowes dari bawah sampai atas tanpa loading dengan pick up, manteb benerkan hahaha. Oke untuk menikmati suasana yang assoy dan sepoy-sepoy saya sarankan kalau mau kesana mending pada saat pagi hari atau sore hari. Untuk jalan menuju kesana kalau dari Jogja mengkuti jalan Wonosari hingga ketemu pertigaan kearah Nglipar, nah ikuti aja jalan tersebut insya alloh anda berada dijalan yang benar, setelah mendaki bukit dan melewati lembah anda nanti akan melihat papan petunjuk ke arah Embung Batara Sriten dengan memasuki jalan kampung, nah dari sini perjalanan yang sesungguhnya akan dimulai, karena semakin ke atas jalan semakin terjal, sebenarnya bagi yang sudah ke Suroloyo tanjakan jalannya hampir mirip cuma yang jauh berbeda adalah kondisi kontur jalannya, kalau di Suroloyo jalanan sudah cukup mulus, dan kalau di Embung Batara Sriten ini jalan masih mengunakan Cor Blok, bahkan sebelum sampai puncak kondisi jalan lebih parah lagi yaitu bebatuan lepas yang sangat berbahaya bagi pengendara sepeda motor kalau tidak berhati-hati karena bisa mblenderke. Bahkan kemarin ada salah satu teman saya mau naik tapi gagal karena takut sama jalannya, terus yang kedua berhasil naik, tapi ada motor salah satu temannya yang sampai overheat dan harus menunggu sampai dingin dulu baru bisa melanjutkan perjalanan, namun kalau masih takut tersesat dan tak tau arah jalan pulang mending gunakan GPS, search aja di google maps dengan keyword “Embung Batara Sriten” kalau masih binggung gunakan GPS manual, *Gunakan Penduduk Sekitar.
            Kalau kepengen naik ke Embung Batara Sriten pastikan kesiapan anda dan kondisi motor anda, dari pada gebetan kamu harus ndorong karena motor kamu ngak kuat nanjak kan malu binggo hahaha, untung sepeda motor saya kemarin habis ganti gearset sama kampas rem jadi oke oke aja buat naik. Setelah puas berfoto-foto dan melihat pemandangan dari atas puncak bukit Sriten saya pun turun, berhubung waktu juga belum terlalu sore, dan kebetulan Tata juga belum pernah main ke Embung Nglangeran, maka setelah dari Embung Batara Sriten saya mampir ke Embung Nglangeran karena jalannya juga sama dengan arah jalan pulang. Dari Embung Sriten menuju ke Embung Nglangeran kembali mengikuti jalan waktu berangkat tadi, Cuma sebelum ketemu jalan Jogja-Wonosari ambil kanan arah SMA 1 Patuk, nah ikuti aja jalan tersebut, cukup dekat kok.
            Ini kali kedua saya berkunjung ke Embung Nglangeran, dulu pas pertama kali kesini masih cukup sepi ya mungkin pas ngak weekend juga si, namun kemarin cukup kaget melihat parkiran karena cukup banyak kendaraan, baik roda dua maupun kendaraan roda empat, dan fasilitas nya juga sudah lebih memadai daripada kunjungan yang pertama saya, sepertinya Pokdarwis disini sudah tertata dengan baik itu juga terlihat dari pelayanan masyarakat setempat mulai dari tempat pemungutan restribusi sampai dengan petugas jaga parkir.
Panorama Embung Nglangeran
            Sampai di sini sekitar pukul 16.30an setelah membeli minum dan makanan ringan disalah satu warung didekat parkiran sambil sejenak melepas lelah sejenak sebelum naik keatas. Setelah selesai beristirahat kami pun naik ke atas, dan sampai diatas sekeliling embung sudah dipenuhi orang-orang yang lagi asik berfoto, kita pun jalan sambil mencari spot yang pas untuk melihat sunset, setelah mendapat tempat yang kami rasa pas buat nonton sunset kami pun ikut berfoto ria seperti kerumunan orang-orang lain yang berada di embung nglangeran sore itu. Pukul 17.28 sang surya sudah kembali keperaduannya, langitpun perlahan menjadi gelap, kamipun bergegas untuk kembali turun ke Jogja, inilah sebagian cerita perjalanan saya dan teman saya Tata pada hari Ahad 10 Mei 2015, Sekali jalan dua Embung Terlampaui.
video timelapse embung nglangeran https://www.youtube.com/watch?v=7fvc-8RWkoU       

Monday, 11 May 2015

Gudeg Manggar Mangiran

Seperti biasanya hampir disetiap minggu pagi saya gowes dengan babe saya dan kemarin ketambahan mbak saya yang kadang-kadang memang sering ikut gowes juga, dan tujuan kami kemarin ke Mangiran kelurahan Trimurti Kecamatan Srandakan suatu wilayah di bagian barat daya Kabupaten Bantul yang dekat dengan wilayah Brosot Kabupaten Kulon Progo. Tujuan kami kesana memang untuk mencicipi salah satu makanan khas dari daerah tersebut yaitu gudeg manggar. Ya kalau sepedaan sama babe mah selain olah raga juga sekalaian wisata kuliner, biasanya sih mampir nya diwarung soto, sampe hafal misal kalo gowes ke arah Godean mampir nya di soto Pak Slamet kalau ngak ya di soto Monjali, berhubung dari kemarin saya penasaran pengen mencicipi gudeg manggar maka saya ajak babe gowes ke manggiran untuk mencicipi gudeg manggar.
Seporsi Gudeg Manggar dengan Lauk Telur dan Gorengan
Dengan jarak tempuh dari rumah menuju Manggiran sekitar 14 kilometeran dengan rute melalui Desa Wisata Krebet, terus menuju Beji hingga tembus daerah sentra batik Wijirejo dan terus menuju jalan Srandakan dengan rute yang naik turun plus jalan di daerah selatan Desa Wisata Krebet yang sedang dalam tahab perbaikan jadi cukup menguras tenaga untuk melaluinya. Warung Gudeg Manggar Mangiran Bu Jumilan berada di kanan Jalan kalau dari arah kota Bantul dan sebelum Pasar Manggiran, kalau anda kesana dan sudah melewati pasar manggiran kalau dari arah kota Bantul berarti anda Geblandang.
Papan nama Gudeg Manggar Mangiran Bu Jumilan


Mungkin orang awam belum tau apa itu gudeg manggar? Ya walaupun kota Jogja mendapat sebutan kota Gudeg, namun kebanyakan orang mengetahui kalo gudeg itu ya Cuma gudeg yang terbuat dari buah nangka muda atau biasa disebut dengan Gori, namun kalau dimangiran ini Gudeg nya berbahan dasar Manggar yaitu bunga pohon kelapa yang masih muda. Untuk rasanya ya lumayan cukup enak untuk harga nanti tergantung dengan lauk yang kita makan, tapi masih cukup terjangkaulah, kalau penasaran dengan rasa Gudeg Manggar silahkan datang dan mencicipi Gudeg khas Mangiran cerak omah e mbak mantan #Ups


statistics

dwitoro

sebagian kecil cerita hidup saya

Subscribe

Recent

Comment

Gallery

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Follow us on FaceBook

About

Powered by Blogger.

Popular Posts