Wednesday, 20 July 2016

Melihat Panorama Rawa Pening dari Eling Bening

Salah satu tempat wisata yang lagi ngehitz di daerah Ambarawa yaitu Kawasan Wisata Eling Bening, terletak didaerah pegunungan sehingga memiliki hawa udara yang cukup sejuk dan view pemandangan yang bagus antara rawa pening dan gunung Telomoyo. Tempat ini dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 Jam dari Jogja akses jalan untuk menuju ke tempat ini juga cukup mudah, sudah banyak papan petunjuk arah untuk sampai ke tempat ini. Biaya restribusi untuk masuk ke Kawasan ini Rp. 15.000 biaya yang cukup murah andai saja kita bisa sekalian berenang disana, tapi kemarin kolam renang yang bagian bawah masih dalam proses pembangunan.
view rawa pening dari salah satu sudut di Eling Bening


Kawasan wisata Eling Bening ini selain menyajikan pemandangan yang memanjakan mata juga menyediakan berbagai fasilitas lainnya, seperti camping ground, out bond, gathering dll. Sepertinya konsepnya hampir sama dengan kawasan Umbul Sido Mukti yang view nya juga hampir sama, Cuma lebih tinggi lagi tempatnya kalau di umbul sido mukti. Jika kalian sedang melewati Ambarawa entah perjalanan dari Jogja menuju semarang atau sebaliknya bisa meluangkan waktu untuk berkunjung ke tempat ini. Karena banyak tempat wisata menarik di Ambarawa yang layak kalian jadikan destinasi wisata.

Sunday, 19 June 2016

Puncak Gantolle Waduk Gajah Mungkur

Butuh waktu kurang lebih dua jam perjalanan yang saya lakukan untuk mencapai tempat ini dari kota Jogja, bukit gantole atau paralayang yang terletak di dekat Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Jawa Tengah. Sebenarnya kalau Cuma mau liat landasan gantole tidak perlu jauh-jauh sampai Gajah Mungkur Wonogiri, di daerah Parangtritis juga ada. Berhubung saya sudah pernah mengunjungi yang di Parangtritis maka saya mencoba mengunjungi yang di Wonogiri, owh iya di Puncak gunung Telomoyo Magelang juga ada landasan buat lepas landas Gantolle. Oke kembali kita bahas gantole yang saya kunjungi kemarin yang ada di Wonogiri, kemarin saya berangkat dari Jogja sekitar pukul 2 siang sengaja berangkat siang hari biar pas dilokasi dapet momen menjelang sunset dan cahaya matahari sudah cukup redup dan bagus buat foto-foto. Perjalanan berangkat saya via jalan Jogja-Wonosari dan belok kiri di pertigaan sambipitu mengikuti jalan arah ke Ngawen jalan relatif sepi dan cukup mulus hingga sampai daerah Semin saya sempat kesasar, mengandalkan GPS di Hp ternyata susah sinyal akhirnya pake GPS manual, Gunakan Penduduk Setempat akhirnya dapat pencerahan dan kembali saya temukan jalan yang benar untuk menuju Waduk Gajah Mungkur.
Setelah kurang lebih dua jam perjalanan dengan jarak tempuh sekitar 100 kilometeran dan membuat bokong dan pundak cukup pegel akhirnya terlihat juga air waduk gajah mungkur, untuk mencapai puncak landasan gantole tersebut kita tinggal mengikuti jalan di pinggir waduk tersebut, dan melewati gerbang kawasan wisata waduk gajah mungkur hingga nanti disebelah kiri jalan ada Gapura yang bertuliskan Menara Filter Gantolle, kita tinggal masuk aja kejalan tersebut, sebelum kesana pastikan kondisi kendaraan anda dalam kondisi prima jika tidak mau menanggung malu lantaran ngak kuat nanjak dan pasangan anda dengan terpaksa harus turun dari kendaraan dan jalan kaki atau bahkan mendorong kendaraan anda. Karena tanjakannya cukup curam saya kira lebih dari 70 derajat tingkat kemiringannya, berbeda ketika kita menaiki puncak gunung Telomoyo, kalau disana kan jalannya dibuat melingkari gunung jadi tanjakannya tidak cukup curam, kalau disini jalannya bener-bener curam, kemarin aja sebenarnya kondisi motor saya sudah tidak terlalu fit, karena dijalan beberapa kali rantai motor saya sempet lompat-lompat untung aja ngak sampai lepas.
Setelah melewati tanjakan yang cukup biadab akhirnya sampai juga di area parkir, ternyata sampai sana sudah cukup banyak motor ya walaupun saya kesana pas weekday mungkin kalau weekend bisa lebih rame lagi. Setelah memarkir kendaraan saya berjalan menyusuri tangga untuk mencapai landasan yang ternyata aset milik TNI AU ini, dari atas landasan kita disuguhkan landscape yang cukup ciamik namun sayang agak sedikit mendung namun bentang waduk gajah mungkur masih dapat terlihat jelas, saya kira kalau pas cerah gunung lawu pun akan terlihat dari sini. Sebenarnya didaerah waduk gajah mungkur ini ada dua tempat landasan Gantolle, dan tempatnya lebih keren yang satunya, namun karena sudah sore kami ngak sempet mengunjungi tempat yang satunya. Setelah puas menikmati pemandangan dari atas landasan dan foto sana sini dengan berbagai sudut pandang sayapun kembali turun, karena memang aturan kunjungan di landasan gantolle ini hanya sampai pukul enam petang dan benar saja sampai parkiran saya sudah terdengar adzan maghrib, dan tukang parkir udah triak-triak memberi isyarat agar para pengunjung untuk segera turun. Mengunjungi landasan Gantolle ini kita tidak dimintai restribusi biaya masuk, Cuma parkir motor doang dua ribu rupiah sangat murah bukan?
view dari atas landasan Gantolle

Setelah meninggalkan tempat parkir saya baru sadar kalau jalan yang saya lalui itu gelap gulita dan kebetulan ndak ada barengan waktu turun horotoyoh nek yo horror to, apalagi pas turunan tajam tersebut ternyata ada kuburan juga, partner saya Novi udah ketakutan pengen buruan sampai bawah, saya sebenernya juga takut, tapi saya mencoba tenang dan tidak panik, saya lihat dari belakang juga ngak ada motor sama sekali, dan akhirnya ketemu juga pemukiman warga dan membat hati cukup lega. Perjalanan pulang saya tidak lewat Gunung Kidul, dan mencoba lewat Klaten dan kembali saya dihadapkan dengan jalanan yang belum saya kenali bahkan hampir saja saya menabrak tugu ditengah jalan, karena memang penerangan jalan yang cukup terbatas, hingga akhirnya didaerah Klaten saya ketemu jalan yang dulu waktu pulang dari Gedangsari Village melewati jalan tersebut. Akhirnya kita kembali sampai Jogja dengan selamat kesimpulannya lewat Klaten sepertinya lebih dekat dan lebih cepat, main disore hari memang lebih menyenangkan, namun perlu diinggat jika kita mainnya kedaerah yang belum kita kenali medannya dan juga jaraknya yang cukup jauh harus lebih berhati-hati lagi so tempat ini bisa kamu jadikan untuk menghabiskan waktu sambil menunggu buka puasa atau agenda liburan setelah libur lebaran nanti. salam aspal gronjal lur hehehe  

Monday, 6 June 2016

Masjid Gede Mataram Kota Gede

Masjid Gede Mataram Kota Gede
Marhaban Yaa Ramadhan tak terasa kita telah kembali dengan bulan suci, bulan yang penuh rahmat, berkah dan ampunan ini. Tahun ini puasa Ramadhan 1437H jatuh pada tanggal 6 Juni 2016. Kemarin ahad 5 Juni 2016 saya berkesempatan gowes ke daerah kota gede bersama partner gowes sekaligus guiede si Atun karna rumah nya kota gede. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Kota gede merupakan bekas ibu kota Kerajaan Mataram Islam dan tentu saja saat itu turut andil dalam menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa dan hingga kini menjadi Agama Mayoritas. Beberapa bangunan peninggalan kerajaan Mataram Islam ini masih bisa kita lihat sampai sekarang seperti Masjid Gede Mataram, Makam Raja-raja, Komplek Watu Gilang dan Pasar Gede. Menyusuri gang-gang kecil di kampung Kota gede, membawa kita seperti menjelajah kembali ke masa kejayaan Kerajaan Mataram Islam bangunan jaman dulu masih banyak dan kokoh berdiri sampai saat ini, salah satunya yaitu Masjid Gede Mataram yang saya kunjungi kemarin, Masjid in didirikan pada masa pemerintahan Raja Panembahan Senopati pada tahun 1589 M, dan pernah terbakar pada tahun 1919 M, dan selesai diperbaiki pada tahun 1923 M.
Bangunan Masjid Gede Mataram Kota gede ini mengunakan atap berbentuk Tajug bertumpang tiga pada bangunan utama, dan limasan pada bangunan serambi masjid. Disebelah selatan masjid terdapat Makam Raja-raja Mataram, namyn sayang kemarin saya tidak sempat mengunjungi tempat tersebut. Sebenernya sudah sejak bulan puasa tahun kemarin saya pengen merasakan solat taraweh di Masjid Gede Mataram Kota gede ini namun belum kesampaian, smoga tahun ini bisa menyempatkan untuk merasakan sholat disana. Setelah selesai melihat masjid dari luar saya kembali lanjutkan gowes saya, tujuan selanjutnya yaitu petilasan watu Gilang, watu gilang tersebut konon sebagai tempat singgasana Raja Mataram Panembahan Senopati. Situs watu gilang ini terletak disebelah selatan komplek Masjid dan Makam, batu tersebut terletak didalam sebuah cungkup yang berukuran kurang lebih 3x4 meter, jadi tidak bisa dilihat dari luar, kalau pengen melihat masuk kita harus mengundang juru kuncinya. Cungkup watu gilang ini terletak ditengah jalan, dan dikelilingi oleh 4 pohon beringin yang cukup besar yang melambangkan usia yang cukup tua.

Setelah dari watu gilang saya melanjutkan gowes saya kembali, kali ini kembali ke utara menuju Pasar Gede atau Pasar Legi karena hari pasarannya Legi dalam hari Jawa, kebetulan hari ahad kemarin pas Ahad Legi, jadi pas pasaran, pasar terlihat lebih ramai dari hari biasanya, banyak pendagang yang mengelar dagangannya dipinggir jalan di seputaran pasar gede ini, bahkan kemarin film AADC 2 juga sempet mengambil salah satu adegan dalam shotting di pasar kota gede ini. Namun sayang kemarin saya ngak sempet jajan di pasar kota gede ini, sebenarnya ada beberapa makanan khas dari jaman kerajaan Mataram Islam dulu yang hanya di jual di pasar ini salah satu nya kipo. Setelah melewati kemacetan pasar legi kota gede gowes saya selanjutnya mengitari jalanan kota Jogja, dan meninggalkan daerah Kota gede. Demikian sedikit cerita saya tentang Kota gede, selamat menjalakan ibadah puasa di bulan Ramadhan salam nunggu bedhug maghrib...dug..dug..dug... 

Thursday, 2 June 2016

Green Canyon (Cukang Taneuh)

     
pintu masuk objek wisata Cukang Taneuh
Sudah dua kali saya mengunjungi Pantai Pangandaran namun belum sekalipun saya mampir ke Green Canyon baru dikunjungan yang ketiga kalinya ini saya berkesempatan mengunjungi Green Canyon atau masyarakat setempat menyebutnya Cukang Taneuh. Obejek wisata Green canyon lho kok Green Canyon? seperti nama tempat di Negaranya paman Sam sana ya? Tapi beda Green Canyon disini terletak di Desa Kertayaasa Kecamatan Cijulang dapat ditempuh kurang lebih 30 menit perjalanan dari Pantai Pangandaran. Green canyon merupakan Sebuah sungai yang mengalir dengan air kehijauan *jika anda beruntung tapi, karena kemarin saya pas kesana airnya pas keruh jadi terlihat seperti brown canyon hehehe. Objek wisata Cukang Taneuh atau Green Canyon ini menyajikan keindahan alam berupa air sungai yang kehijauan namun sekali lagi saya tegaskan kalau pas beruntung tapi, karena kemarin saya sempet tanya sama Aa pengemudi perahu yang saya tumpangi, “kira-kira bulan apa A’ kalau air nya pas kehijauan gitu?” si Aa’ pun menjawab “wah kita ngak berani menjamin, karena ini kan hubungannya dengan alam, bisa aja dari kemarin airnya hijau, tapi malamnya hujan trus paginya udah jadi keruh lagi.”
     Ya setau saya memang waktu yang tepat untuk berkunjung ke Cukang Taneuh ini pas musim kemarau, namun tau sendiri to sekarang ini musim begitu labil dan ngak tentu, susah diprediksi, walaupun musim kemaraupun hujan masih sering nonggol secara tiba-tiba tanpa kulon nuwun. Oke lanjut lagi ke pengalaman saya mengunjungi Green Canyon. Masuk keareah Green Canyon kita harus menyewa perahu untuk menyusuri sungai, harga tiket sewa satu perahu Rp. 150.000 untuk lima orang penumpang, terus tambah lagi Rp. 100.000 untuk tarif extra time maksimal 30 menit. Setelah membeli tiket masuk kita menunggu antrian dapat perahu no berapa gitu, beruntung kemarin datang masih pagi, dan pengunjung belum begitu ramai jadi tanpa antri lama kita bisa langsung naik ke perahu, karena kata si Aa’ kalau pas musim liburan loket penjualan tiket jam 9 pagi sudah tutup karena saking banyaknya pengunjung dan antrian bisa sampai sore.
     Dengan Bismillah saya menaiki perahu kecil lebih kecil dari perahu yang biasa dipakai buat melaut, mesinya juga Cuma kecil jadi laju kapalpun tidak bisa terlalu kencang karena posisinya juga melawan arus sungai, dari dermaga tempat saya naik perahu tadi kurang lebih berjarak 3 kilometer untuk sampai ke batu payung tempat para wisatawan bermain air. Sepanjang perjalanan kanan kiri sungai berupa hutan mirip kayak di sungai amazon halah kayak udah pernah ke Amazon aja, palingan juga ke Sungai Progo hahaha. Lama kelamaan pemandangan hutan di kanan kiri sungai itu berbah menjadi tebing batu yang menjulang tinggi dan sepertinya dari sinilah petualangan itu dimulai! Di depan ada aliran sungai yang menyempi dan disisi sebelah kiri ada gundukan tanah yang disitu terdapat seorang petugas yang bertugas mengatur lalu lintas perahu yang naik dan yang turun agar bergantian sehingga tidak terjadi tabrakan, untung aja petugas tersebut ngak sambil minta receh seperti yang marak terjadi saat ini di sela-sela trotoar jalanan.
     Terus masuk keatas kita seolah masuk kedalam goa, hingga akhirnya perahu harus berhenti karena memang sudah tidak bisa naik lagi karena terhalang batu, disini kita ditawari sama Aa’ nahkoda perahu mini, kalau pengen bermain aer sampai ke batu payung kita nambah Rp. 100.000, pikir saya ya ngak masalah udah jauh-jauh sampai sini masak ya ngak sekalian main air dan melihat batu payung secara langsung kan yo rugi bandar hahaha. Akhirnya dari kami berlima yang menaiki perahu mini tersebut hanya kita bertiga yang ikut nyebur, dua teman saya yang lain memilih menunggu di perahu.
     Aliran air Cukang Taneuh ini cukup deras, namun tidak usah kawatir, karena kita sudah memakai pelampung, dan juga ada Aa’ yang selalu siaga mengawal kita selain itu juga sudah ada tali yang dipake buat peganggan menuju lokasi batu payung. Namun walaupun demikian butuh perjuangan lebih untuk bisa sampai ke batu payung, apalagi yang ngak bisa berenang dan juga phobia air hahaha saya sendiri juga sempet panik karena waterproof actioncam saya rembes, selain itu saya juga takur kalau ada bagian dari tubuh saya yang kram karena sebelumnya tidak melakukan pemanasan sama sekali sebelum berenang menyusuri aliran sungai yang arusnya cukup deras, dan saya juga sempat terbawa arus, namun dengan segala upaya yang saya lakukan saya berhasil menepi dan naik ke atas batu seperti teman-teman yang lain.
     Melihat beberapa teman saya pada loncat dari atas batu payung, saya pun juga tertarik untuk ikut merasakan sensasinya loncat dari atas batu payung tersebut, untuk naik keatas batu payung dari tempat saya berdiri saya harus melompat keseberang sungai terlebih dahulu, segeralah saya melopat dan mengikuti arus terus menepi, namun tak disangka dari belakang teman saya ada yang menyusul saya, dan sialnya dia ngak bisa berenang dan panik memegangi saya dan kami terbawa arus, sampai di susul sama si Aa’ pengawal, teman saya disuruh melepas peganggan dari tubuh saya, untungnya saya tidak ikut panik karena saya tau kalau teman saya ini pasti lagi panik, akhirnya dia melepaskan peganggan dari tubuh saya, namun sial bagi saya, batu payung jauh didepan sana, dan saya harus melawan arus deras lagi. Namun karena saya tidak mau capek-capek melawan arus akhirnya saya merambat didinding batu untuk sampe ke batu payung namun ya cukup ngeri boss...
Dengan segala perjuangan saya tadi akhirnya saya berhasil juga berdiri diatas batu payung, namun untuk langsung loncat nyali saya cukup ciut, akhirnya saya minta teman saya yang lain untuk nyusul keatas batu payung lagi, setelah mereka sampai atas trus saya beranikan diri untuk loncatttt sebenarnya sensasi seperti ini serin saya rasakan waktu masa kecil saya dulu waktu sering mandi di kali, byurrrr....beberapa detik kemudia badan ini kembali kepermukaan dan derasnya air membawa saya kehulu, sebenarnya masih pengen loncat lagi, namun si Aa’ sudah ngode untuk ngajak kembali ke perahu, padal saya liat jam tangan saya belum ada 30 menit, dan teman-teman saya yang datang duluan juga masih pada assik disana, sial nih si Aa’ dalam hati saya bergumam.
     Akhirnya saya kembali naik perahu untuk kembali ke dermaga dimana tadi saya naik perahu tersebut, badan terasa capek terutama tangan saya pegel-pegel karena dipaksa buat berenang melawan arus tadi, diperjalan menuju dermaga saya ngobrol lagi sama si Aa’ untuk mengali informasi, Cukang Taneuh ini sebenarnya sudah ada yang mengunjungi sejak tahun 1980an namun mulai rame sekitar tahun 1990an ketika mulai ada stasiun Tv yang liputan di Green Canyon ini, dan semakin kesini semakin rame karena bertambahnya informasi tentang Cukang Taneuh. Semoga besok kalau ada kesempatan mengunjungi tempat tersebut pas airnya kehijauan biar tambah yahuddd. Salam yahuddd.

      

Friday, 27 May 2016

27 Mei 2006

27 Mei 2006 mungkin akan menjadi salah satu sejarah kelam bagi Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, khusus nya bagi warga Bantul, sebuah Kabupaten di wilayah selatan Kota Jogja. Pagi itu kurang lebih pukul 05.53 menit kota Geplak ini diguncang gempa dengan kekuatan 5,9 SR yang meluluh lantahkan sebagian rumah warga Bantul, kurang dari 1 menit goncangan gempa tersebut, namun efek yang ditimbulkan cukup besar. Lebih dari 4000 nyawa melayang, dan ribuan masyarakat yang rumahnya runtuh akibat gempa, belum lagi korban yang harus kehilangan bagian dari tubuhnya yang harus diamputasi.
05.53 pagi bagi sebagian orang mungkin belum terbangun kala itu, persis seperti saya, sabtu pagi itu saya terbagun karena merasakan getaran dari dalam bumi yang cukup kencang, yang membuat saya lari meninggalkan tempat tidur saya dan keluar dari rumah saya, walaupun saya orang Bantul, tapi mungkin goncangan gempa yang dirasakan didaerah saya berbeda dengan daerah yang berada di seputaran pusat gempa sana, saya bersyukur karena saya masih bisa berlari keluar rumah, saya bersyukur karena rumah simbah saya yang selama ini saya tinggali juga tida runtuh. Sampai diluar rumah saya masih bisa merasakan goncangan tanah tersebut, pikir saya gempa tersebut berasal dari gunung Merapi yang ketika itu memang sedang bergejolak yang hampir setiap malam mengeluarkan lava pijar. Namun setelah mendengar siaran berita di Radio saya baru tahu kalau gempa bukan berasal dari Gunung Merapi, setelah gempa mereda dan melihat kerusakan rumah dan juga tetangga kemudian saya mandi, terus masuk sekolah, karena itu hari sabtu dan juga melihat kerusakan yang tidak begitu parah di kampung saya maka saya putuskan untuk tetap sekolah. Sampai disekolah keganjilan tersebut mulai nampak, sekolah cukup lengang, dan beberapa bangunan sekolah runtuh. Kemudian saya putar balik kendaraan saya dan pulang lagi kerumah, sampai rumah mulailah terjadi ssedikit kecemasan, mendapat kabar kalau Pasar Niten juga rusak parah akibat gempa saya langsung kepikiran simbah saya yang jualan di Pasar Niten, belum lagi pak lik saya yang di Kalimantan juga telp kalau rumah mertua nya di daerah Jetis Bantul juga runtuh dan saya disuruh menengok kesana, akhirnya saya sama salah satu bu lik saya yang dirumah mencoba menengok kesana sekalian ngecek simbah saya.
Namun ketika baru keluar sampai jalan depan rumah Alhamdulillah simbah saya sudah sampai rumah, akhirnya saya lanjutkan perjalanan, baru jalan sekitar 2 kilometer dari rumah terdengar isu Tsunami lak yo mak njengirat bulu kuduk saya langsung kembali putar balik motor saya dan tancap gas kembali, sampai rumah juga cukup panik, mau mengungsi kemana pikir saya, karena rumah saya juga sudah termasuk dataran tinggi, banyak warga yang mengungsi sampai daerah saya bahkan terus kebarat ketempat yang lebih tinggi kepanikan benar-benar mencapai puncaknya! Ditengah kepanikan tersebut salah satu teman saya ada yang nekad memanjat tower telekomunikasi yang kebetulan baru selesai dibangun dan belum di fungsikan namun setelah sampai atas hasilnya nihil, katanya dari atas gelap kayak ketutup kabut, kemungkinan itu debu sisa robohnya bangunan akibat gempa tadi pagi. Isu baru mereda setelah ada salah satu warga dengan alat komunikasi HT bisa mendapat informasi dari tim SAR pantai Parangtritis bahwa disana aman-aman saja tidak ada yang namanya Tsunami Alhamdulillah perasaan pun menjadi lega. Setelah isu mereda saya diajak teman saya berkeliling saya lewat daerah Kasongan, Jln Bantul, hingga daerah Kauman barat alun-alun Utara.

Sepanjang perjalanan saya melihat pemandangan yang memilukan, rumah roboh, ada juga korban yang dievakuasi dari dalam reruntuhan, orang-orang dengan luka dikepala duduk bergerombol dipinggir jalan, dan juga suara sirene ambulance yang sering terdengar. Terlepas dari bencana alam tersebut, kini Bantul sudah bangkit kembali sebagai Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia ini rumah-rumah warga yang dahulu runtuh terkena gempa kini sudah kokoh berdiri kembali lewat program rekonstruksi pasca gempa yang di programkan oleh pemerintah. Gempa 27 Mei 2006 merupakan pelajaran yang berharga bagi warga Bantul yang tak akan terlupakan, banyak pengalaman berharga dari peristiwa tersebut. Salam Bantul Bangkittt! 

Tuesday, 24 May 2016

Pesona Pantai Batu Karas

Bagi pecinta olah raga surfing mungkin sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Pantai Batu Karas,pantai yang terletak di Desa Batu Karas, Kecamatan Cijulang, ini dapat ditempuh dengan jarak kurang lebih 34 kilometer dari Pantai Pangandaran atau sekitar 30 menit perjalanan. Selain asik buat bermain surfing pantai ini juga cocok untuk melihat keindahan Sunrise atau matahari terbit, ada dua spot yang cukup nyaman untuk menanti kemunculan sang surya dari ufuk timur, yang pertama dari bibir pantai, kita dapat menikmati keindahan sang surya yang perlahan memancarkan sinarnya sambil bermain air dengan ombak yang tidak terlalu besar dipagi hari, pantai batu karas ini cukup landai, namun kita juga harus tetap berhati-hati karena juga ada tanda bendera area berbahaya untuk bermain air. Selain dari bibir pantai untuk menikmati kemunculan sang fajar juga dapat dilihat dari atas bukit, dari sini sepertinya lebih menarik karena kita dihadapkan langsung dengan laut lepas samudera hindia.
kilau keemasan memantul di atas air pantai Batu Karas

     Selain kita dapat menikmati keindahan alam, di pantai Batu Karas ini kita juga dapat bermain berbagai permainan air mulai dari surfing, banana boat, donat boat, pelampung, mini papan surfing yang disewakan disepangjang bibir pantai. Namun sayang kemarin pas kesana saya sama sekali tidak mencoba dari berbagai permainan tersebut, karena masih terlalu pagi dan waktu saya disitu juga tidak banyak,karena sebenarnya kepantai Batu Karas hanya buat transit karena tujuan saya ke Green Canyon, sedangkan Green Canyon sendiri mulai beroperasi pukul 08.00 pagi sedangkan saya sampai daerah pangandaran kurang lebih pukul 04.00 pagi jadi sebelum ke Green Canyon kita mampir dulu ke Batu karas sekalian melihat matahari terbit. 

Belajar Membatik Kayu di Desa Wisata Krebet

Kata batik mungkin sudah tidak asing lagi ditelingga kita, apalagi sejak di akui oleh UNESCO bahwa batik merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia dan semua orang latah memakai batik, batik pun mulai berkembang yang dulu hanya dipakai pada acara formal semata, kini pakai kemeja atau baju batik bisa kapan saja dan dimana saja, anak mudapun kini sudah tidak malu lagi mengenakan batik. Namun taukah kalian bahwa tidak hanya kain yang dapat dibatik? Bahwa kayu ternyata juga dapat dibatik, seperti yang berkembang di Desa Wisata Krebet yang terletak di Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Disanan jauh sebelum UNESCO mengakui bahwa batik merupakan peninggalan budaya asli Indonesia sebagian masyarakatnya telah mengembangkan kerajinan Batik Kayu.
mendapat penjelasan dari owner sanggar punokawan sebelum praktek 
     Kebetulan hari Sabtu 21 Mei 2016 kemarin saya berkesempatan mengunjungi Desa Wisata tersebut berserta rombongan saya dari SMK Muhammadiyah Bangunjiwo untuk melakukan kegiatan luar kelas pada mata pelajaran Seni Budaya. Saya pilih Desa Wisata Kerebet karna disana kita bisa mengenal 2 seni kriya sekaligus yaitu kriya kayu dan juga kriya batik. Disana anak-anak akan melihat para pengerajin membuat topeng dari kayu dengan cara dipahat, setelah jadi sebuah topeng barulah proses pewarnaan dengan cara di Batik. Selain melihat tentu saja anak-anak dapat praktek secara langsung membatik pada topeng yang telah disediakan di CV. Sanggar Punokawan yang kami kunjungi kemarin, sanggar terbesar di Desa Wisata tersebut.
dengan sabar mbak e mendampingi anak-anak praktek membatik
       Sebelum praktek, anak-anak juga dikasih penjelasan terlebih dahulu oleh pemilik sanggar dan juga didampingi oleh karyawannya yang dengan telaten mengajari anak-anak bagai mana mengunkan canting yang baik dan benar. Karena ini merupakan pengalaman pertama anak-anak membatik diatas media kayu, jdai maklum lah hasilnya agak sedikit belepotan. Setelah selesai menuangkan lilin dengan canting diatas kayu, langkah selanjutnya yaitu pewarnaan, anak-anak juga diajak ikut melihat proses pewarnaan tersebut, setelah selesai diwarna selanjutnya pelorodan yaitu menghilangkan sisa lilin yang menempel pada kayu, setelah selesai di lorod langkah selanjutnya dijemur. 

anak-anak dengan teliti menuangkan lilin diatas kayu dengan canting
Pada dasarnya proses membatik pada kayu itu sama dengan membatik pada kain, Cuma beda medianya. Setelah kering, topeng kayu hasil karya anak-anak tadi dapat dibawa pulang tentu saja itu akan menjadi kenang-kenangan yang cukup berharga untuk anak-anak, selain dapet ilmu juga dapat cindera mata hasil karyanya sendiri sangat menyenangkan bukan? Berminat belajar membatik pada kayu untuk mengisi libur akhir pekan mu? Silahkan hubungi saya, nanti saya antar kesana, harga cukup murah selain itu kalian juga bisa mengunjugi spot-spot menarik yang terletak tidak jauh dari Desa Wisata Krebet.  
hasil karya anak-anak dapat dibawa pulang setelah jadi

Monday, 4 April 2016

Pantai Greweng, Keindahan yang tersembunyi

Seminggu yang lalu Sabtu-minggu 26-27 Maret 2016 saya bersama teman-teman dikampung saya ngecamp di Pantai Greweng, Gunung Kidul. Setelah direncana beberapa minggu sebelumnya akhirnya kegiatan ngecamp itu terlaksana. Kumpul pukul 1 siang disalah satu rumah teman saya akhirnya baru bisa berangkat pukul 2 siang karena ada salah satu temen saya yang mendadak ikut dan saya bersama dua temen saya harus nyusul teman-teman yang lain yang sudah berangkat duluan. Pantai Greweng ini terletak disebelah timur Pantai Wediombo dan Pantai Jungwok. Walaupun dulu saya pernah mengunjungi pantai Wediombo namun kemarin itu saya benar-benar lupa jalannya, maklum udah hampir 10th yang lalu. Sampai daerah sebelum sambi pitu akhirnya ketemu dengan teman-teman yang tadi berangkat duluan dan kami kembali menyusuri jalan Jogja-Wonosari yang kebetulan sore itu cukup rame dengan Bus wisata maklum pas barengan long weekend.
Pantai Greweng
 Akhirnya sampai juga di daerah Kota Wonosari, tepatnya di bunderan siyono, kita ambil kekanan sama seperti arah ke Pantai Baron hingga ketemu dengan pertigaan Mulo, kita ambil ke kiri kalau lurus sampai Pantai Baron, kita kekiri arah ke Tepus perjalanan sudah hampir 2 jam namun belum ada tanda-tanda sampai ke daerah pantai hujan pun sempat turun sehingga kami sempat berhenti untuk memakai mantol didaerah Tepus ya walaupun sebenarnya hujan tidak terlalu deras. Sampai daerah Girisubo kami kembali beristirahat dan menunaikan sholat ashar di sebuah Mushola yang terdapat di komplek kantor kelurahan Desa Balong.
Hari semakin sore kita pun segera bergegas karena kata teman saya jarak menuju pantai Greweng dari tempat parkir cukup jauh dan kami ngak mau jalan dalam gelap malam karena dalam rombongan ada beberapa cewek yang pasti bakal tambah bikin ribit kalau jalan dimalam hari. Tak berselang lama dari tempat kita transit sholat ashar tadi akhirnya ketemu juga dengan TPR objek wisata Pantai Wediombo, dengan tarif Rp. 10.000 satu motor untuk dua orang, cukup murah dibanding dengan TPR Pantai Baron. Di TPR tersebut kita juga dikasih tau kalau jalan setelah TPR tersebut merupakan turunan yang cukup panjang jadi harap hati-hati. Setelah melewati turunan panjang dan berliku mulai terlihat sekilas laut lepas di kejauhan yang menambah semangat saya untuk segera sampai dipantai. Ngak berselang lama sampailah kita diparkiran untuk ke pantai Jungwok, dan Greweng ditepi jalan aspal menuju pantai wediombo tadi, tapi kami pikir jalan kaki nya masih jauh tapi kita juga sempet ragu nanti kalau motornya kita bawa masuk lagi disana masih ada tempat parkir ngak? Akhirnya temen saya ada yang bertanya sama warga setempat, dan disarankan untuk parkir ke tempatnya mbah Suro.
Melewati jalanan tanah yang cukup licin dibeberapa bagian karena ada kubangan air nya jadi harap hati-hati kalau ngak mau terpeleset. Setelah melewati jalan offroad tadi akhirnya kita sampai ditempat mBah Suro yang kami jadikan sebagai tempat parkir, melihat kedatangan rombongan kami mbah Suro pun menyambut dengan hangat. Dan kami merupakan rombongan yang pertama singgah ditempat tersebut sore itu. Setelah meminta ijin untuk parkir, dan beristirahat sejenak kitapun bergegas untuk menuju Pantai Greweng, karena dari tempat mbah Suro menuju pantai masih dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit jalan kaki dengan rute naik turun yang cukup menguras tenaga. Kami segera bergegas melangkahkan kaki menyusuri jalan setapak yang dipakai penduduk setempat untuk akses menuju ladang mereka, oh iya dari tempat mbah Suro tadi kami dibawain bekal timun suri. Setelah melewati jalan tanah dengan berbagai kontur dari tanah biasa, becek, hingga berbatu serta tanjakan dan turunan akhirnya pasir putih pantai mulai terlihat dari balik batu karang, terlihat juga beberapa tenda yang sudah berdiri. Karena sudah merasa lelah setelah melihat pasir putih terhampar rasanya lngsung pengeng nglekar aja, dan entah mengapa tas saya terasa berat sekali dan membuat nyeri pundak saya, padahal barang bawaan saya juga tidak terlalu banyak, dan akhirnya ada bagian dari tas saya yang jebol karena ngak kuat nahan berat maklum Cuma tas biasa. Bersambung dulu ya...
Oke mumpung ada waktu luang saya mau melanjutkan cerita saya tentang pantai Greweng ini, owh iya setelah saya analisis dan tanya keteman saya sepertinya yang membuat tas saya bertambah berat adalah water blader yang saya bawa, dan saya salah meletakannya, memang sih dengan water blader dalam perjalanan ketika haus akan lebih mudah untuk minum, namun seharusnya water blader itu diletakan dalam tas yang nempel ke punggung biar beban tidak terasa terlalu berat, FYI water blader saya berisi lebih dari 2 liter air sob.
Setelah semua rombongan sampai di pantai, kita pun menentukan lokasi untuk mendirikan tenda, owh iya pantai greweng ini merupakan cekungan yang tidak terlalu luas yang diapit dua karang, dan ditengah hamparan pasir putih tersebut mengalir sungai yang membelah pasir pantai tersebut. Setelah berdebat cukup panjang bagai sidang DPR akhirnya kita dapatkan lokasi untuk mendirikan tenda, yaitu disebelah barat pantai deket dengan dinding karang pantai. Menjelang pukul enam petang tenda sudah berdiri, dan kami semua bisa memasuki tenda masing-masing. Setelah memasukan baarang bawaan kedalam tenda, kami bersiap untuk sholat maghrib, dan diluar rintik hujan mulai turun beberapa teman saya sholat jama’ah diluar tenda namun karena saya telat dan intensitas rintik hujan juga semakin deras maka saya shoalat didalam tenda bareng Zulfi salah satu teman saya.
Setelah sholat kami mulai makan dengan bekal yang kami bawa dari rumah tadi, dan hujan semakin deras dan ditambah tiupan angin, semakin lama angin semakin kencang tenda mulai ngak stabil, tenda sebelah yang dihuni rombongan teman saya yang lain sudah mulai panik, sayapun juga mulai panik melihat kondisi angin yang begitu kencang dan hujan yang cukup deras, saya mulai berdiri sambil megang frame tenda sambil nyebut “Allahuakbar...Allahuakbar...Allahuakbar...” dan berharap angin dan hujan segera reda, namun hujan dan angin tak kunjung reda, pikiran mulai tak tenang, apa ini akibat perkataan salah satu teman saya sore tadi waktu mendirikan tenda yang agak sedikit takabur, dia tadi bilang “wes rapopo ra bakal ambruk keno angin iki tendo ne” sambil nganjeli tenda dengan batu. Angin masih berhembus dengan kencang, tenda yang ada di sebelah kanan tenda saya sudah roboh, temen-temen saya yang ada didalam tenda sudah mengungsi dibawah batu karang dan beberapa ada yang ikut membantu memegangi tenda yang ada di sebelah kiri saya, saya pun sempet keluar ikut memindahkan barang-barang yang ada ditenda teman saya ke dalam tenda yang saya tempati, air pun mulai masuk kedalam tenda, dan tak lama berselang frame tenda saya juga patah dan merobekan tenda. Tak lama kemudian badai itupun cukup mereda dan barang barang berharga seperti kamera, dan kompor buat masak dipindahkan dibawah karang, bener-bener kejadian luar biasa malem tersebut, dari 5 tenda 2 roboh dan rusak cukup parah, yang 1 lagi yang saya tempati walaupun frame nya patah dan tendanya sobek namun ngak sampe roboh. Untung saja 2 tenda yang ditempati cewek-cewek ngak ikut roboh. Karena cukup kedinginan sayapun berinisiatip untuk mamasak air sekedar untuk menyeduh kopi atau untuk membuat mie instant. Beberapa temen saya baju dan celananya basah, bahkan ada yang ngak bawa baju ganti karena tidak memperkiraan bakal ada kejadian seperti itu tadi.
Waktu menunjukan belum ada pukul 8 malam, dan pikir saya ini masih sore dan malam masih panjang, akankah kita akan kedinginan sepanjang malam karena tenda kita roboh, saya sempet berfikir gimana kalau yang rombongan cewek dijadikan satu tenda dan yang satunya bisa dipake buat yang cowok, namun sepertinya tidak memungkinkan. Setelah menghangatkan badan dengan kopi panas, dan hujan juga sudah mulai reda kamipun mulai berbenah ditenggah gelapnya malam kita mulai mengevakuasi tenda yang roboh, dan barang-barang yang ada didalamnya. Dan setelah itu kami berinisiatip membuat tenda dari banner yang kami pake buat alas waktu sholat tadi, akhirnya jadi juga tenda darurat tersebut. Ditengah hening malam selepas badai yang menerpa tadi, kami mencoba menyalakan api untuk menghangatkan badan dan juga untuk membakar jagung yang kami bawa dari rumah. Di pantai Greweng ini sebenernya jika kita mau membuat api unggun, kita ngak perlu repot-repot bawa kayu bakar, karena di area pantai ni ada yang jual kayu bakar, namun perlu di ingat kalau kita mau membuat kayu bakar kita harus menyewa alasnya dari penjaga pantai yang sekaligus jualan tersebut ya memang buat menjaga kebersihan pantai juga sih, ya walaupun kita juga sudah ditariki dana kebersihan namun ya bukan berarti kita boleh bebas mengotori pantai to?
Setelah kenyang menikmati jagung bakar, sayapun mulai terasa ngantuk, walaupun teman yang lain masih assik ngobrol sana sini, saya mencoba untuk melelapkan mata karena besok masih ada perjalanan pulang yang memakan waktu cukup lama jadi saya takut ngantuk dijalan. Akhirnya pagi yang indahpun menjelang, birunya langit mulai nampak terlihat, di pantai Greweng ini kita tidak bisa menikmati indahnya sunrise karena memang pantai ini diapit oleh dua tebing. Setelah matahari kembali bersinar, kami mulai assik bermain air dipantai, walaupun ombak nya terpecah oleh dua tebing yang mengapit pantai namun kita tetep harus selalu berwaspada saat bermain air dipantai, khususnya pantai laut selatan, karena memang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Puas bermain air, dan mataharipun semakin terik bersinar, kami pun mulai mengemasi tenda, karena beberapa rombongan yang lain juga sudah pada kukut.
Kukut-kukut tendapun kelar dengan beberapa tenda yang sobek akibat badai semalem, sebelum meninggalkan pantai greweng kita sempatkan buat foto-foto terlebih dulu buat mengabadikan moment, dan kita kembali menyusuri jalan setapak yang kita lalui tadi sore, bedanya saat pulang kita berjalan ditengah terik matahari dan stamina yang sudah mulai menurun, namun dengan dengan tekad yang kuat kita bisa kembali ketempat kami parkir sepeda motor dengan selamat. Setelah istirahat sejenak kita kembali lanjutkan perjalan ke rumah dengan menahan rasa ngantuk yang amat sangat luar biasa.



     

Sunday, 6 March 2016

Menikmati Sore di Candi Abang

Walaupun letak Candi Abang tidak terlalu jauh dari kota Jogja, namun ini adalah kali pertama saya berkunjung ketempat tersebut.    Komplek situs candi Abang ini terletak di dusun Blambangan, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. Penamaan candi Abang oleh masyarakat setempat karena bahan dasar bangunan candi tersebut dari batu bata yang berwarna merah yang dalam bahasa Jawa berarti Abang sehingga masyarakat setempat lebih sering menyebutnya dengan candi Abang. Bahan dasar candi yang mengunakan batu bata ini sama dengan kebanyakan candi yang ada di Jawa Timur, dan ini menjadi unik karena kebanyakan Candi yang ada di sekitar Jogja dan Jawa Tengah mengunakan bahan dasar batu andesit atau batu kali. Jika kita berkunjung ke candi abang juga jangan kaget kalau terlihat tidak ada candinya dan yang tersisa tinggalah gundukan tanah seperti bukit telletubies yang rumputnya terlihat hijau waktu musim hujan seperti sekarang ini, dan terlihat gersang ketika musim kemarau tiba.
     Masuk ke komplek candi abang tidak ditarik biaya retribusi, kita cuma bayar biaya parkir kendaraan saja. Dari tempat parkir kita berjalan sekitar 100 meter sebelum sampai di kaki bukit “teletubies” tersebut. Saya sarankan untuk berkunjung kesini pada waktu pagi hari atau sore hari, karena pemandangannya terlihat lebih indah. View dari atas puncak candi abang ini memang indah, disisi sebelah timur terlihat perbukitan Candi Ijo dan juga pegunungan Gunung Purba di kab. Gunung Kidul, disisi utara kita akan melihat Gunung Merapi jika pas cuaca cerah, dan disisi barat akan terlihat pegunungan Menoreh di Kab. Kulon Progo.

     Waktu itu saya berkunjung kesana pada waktu sore hari dan langit juga cukup cerah, sehingga bisa menikmati pemandangan menjelang sang surya kembali keperaduannya. Jika ingin menikmati sensasi melihat sunset silahkan berkunjung ke candi abang tersebut, karena akses jalan untuk menuju candi abang juga cukup mudah, banyak papan petunjuk arah menuju tempat tersebut. 

Sunday, 21 February 2016

Festival Dolanan Anak

Keseruan Festival Kegiatan Anak
Dalam rangka menyambut HUT Remaja Wijaya Kusuma yang ke-40 organisasi pemuda di lingkup Padukuhan Kalirandu ini mengadakan Festival Dolanan Anak, dalam kegiatan tersebut anak-anak diajak untuk kembali bermain dengan berbagai permainan tradisional diantaranya ada gobak sodor, jlong jling, petak umpet, boynan, bermain klereng, dakon, bas-basan dll yang dulu sempat ngehits di era sebelum tahun 2000, atau di generasi anak tahun 90an. Nah untuk kembali mengenalkan berbagai permainan tradisional tersebut kepada anak-anak maka diadakanlah Festival Dolanan Anak tersebut. Ya memang ngak heran anak jaman sekarang dari kecil mainannya adalah gadget jadi kebanyakan dari mereka ngak tau dengan yang namanya boynan atau gobak sodor, alhasil sebelum bermain anak-anak diberitahu terlebih dulu tata cara bermainnya.

     Berbagai permainan tradisional tersebut sebenarnya banyak manfaatnya selain untuk berkumpul bersama teman-teman sebaya, berbagai permainan tersebut juga untuk melatih berbagai sensor motorik pada anak yang sedang berkembang. dari pada seharian bermain game di gadget yang mereka miliki. Bagi kami kegiatan tersebut juga sebagai moment untuk bernostalgia pada masa kecil dulu yang ketika tiap sore atau bahkan sepulang sekolah terus berkumpul bersama teman-teman yang lain untuk bermain dengan berbagai permainan tradisional tersebut.

Friday, 19 February 2016

Melihat Waduk Sermo dari Puncak Dipowono Canting Mas

Melihat waduk sermo dari jauh
Puncak Dipowono Canting Mas merupakan salah satu tempat untuk menikmati landscape kota Jogja dan laut selatan dari ketinggian yang terletak diperbukitan Menoreh Kabupaten Kulon Progo. Tempat wisata yang masih dalam proses dirintis ini mungkin belum banyak dikenal seperti Kali Biru yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat ini. Rute untuk menuju tempat ini hampir sama dengan rute menuju Kali Biru, kalau kita dari arah Jogja melalui jalan wates, kita belok kanan di pertigaan pasar sentolo, ikuti aja jalan tersebut, nanti belok kanan lagi setelah ketemu pertigaan arah Clereng, setelah itu ikut terus jalan tersebut nanti setelah ketemu jembatan dan ada papan nama petunjuk jalan ke arah Kali biru silahkan ikuti jalan tersebut niscaya itu berada di jalan yang benar.
     Sampai didaerah tersebut kita disuguhkan hamparan persawahan yang membentang cukup luas, setelah itu jalan mulai menanjak pastikan kondisi kendaraan anda prima, jangan sampai ketika anda ngajak gebetan terus si gebetan disuruh turun dan mendorong kendaraan anda kan ngak assik banget bro, semakin lama tanjakan semakin berat bro kayak hidup ini hahaha. Setelah pemanasan dengan tanjakan yang lumayan, kita ketemu pertigaan dikawasan hutan rakyat, nah disitu ada pertigaan kalau lurus kearah kali biru, kalau ke kanan ke arah puncak dipowono canting mas. Sebenarnya teman saya pengen ke Kali Biru, tapi ngak ada salahnya juga saya ajak ke Puncak Canting Mas dulu, oleh karena itu saya ambil ke kanan, dan jalan semakin menanjak. Ikuti terus jalan tersebut, sampai nanti ketemu petunjuk arah untuk ambil ke kiri dan jalan berubah menjadi cor blok, dan sebelum sampai lokasi jalannya menurun cukup curam jadi hati-hati kalau ngak mau jatuh kepleset.
     Sampai lokasi kita ditarik uang restribusi sebesar Rp. 12000 untuk parkir dan tiket tanda masuk, dulu waktu saya pertama kali kesini belum ada restribusi tiket masuk, Cuma parkir doang. Pada saat saya kesana kemarin sampai lokasi tidak banyak pengunjung dan relatif sepi, ya maklum pas week day bukan hari libur jadi bisa nyante dan menikmati pemandangan sepuasnya.
perbukitan Menoreh
     Untuk fasilitas belum banyak berubah dari saya pertama kesana, ya maklum masih dalam tahap berkembang, setelah puas ngobrol dan menikmati pemandangan disana, kami pindah ke destinasi selanjutnya yaitu Kalibiru tempat yang sudah pernah saya review dulu diblog ini dan masih menempati urutan pertama yang paling banyak dibaca diblog saya. Dari Puncak Cantingmas menuju kalibiru tidaklah jauh, kita tinggal menyusuri jalan menurun karena memang letak puncak dipowono atau cantingmas ini lebih tinggi dari pada kalibiru, sampai parkiran saya cukup kaget diluar perkiraan saya karena parkiran juga penuh berbanding terbalik dengan puncak dipowono tadi. Setelah parkir saya beli minum diwarung tempat kami parkir, dan saya juga sempat tanya pada bapak yang jaga parkir, “rame juga ya pak?”, tanya ku. “iya mas, brati promosi wisatanya berhasil kalau rame” kata si bapak. Setelah itu saya berlalu begitu saja dan naik keatas dan bayar restribusi masuk sebesar Rp.5000 untuk 1 orang kalau bersama pasangan ya berarti Rp.10000 karena sudah memasuki waktu Dzuhur, maka kami beristirahat sejenak dan sholat Dzuhur di Mushola yang berada di kalibiru tersebut, sebenarnya di dipowono tadi juga sudah tersedia Mushola.
     Setelah selesai ibadah kami mulai jalan dan memasuki kawasan wisata alam tersebut, saya cukup tercengan ternyata banyak juga orang yang mempunyai waktu luang pas weekday hahaha dan ternyata sekarang kalibiru sudah berubah menjadi studio alam, dengan membayar entah berapa puluh ribu kalian bisa ikut trip outbond, dengan beberapa rintangan dan juga bisa narsis karena sudah ada fotografer yang selalu siap mengabadikan setiap moment anda. Bahkan disalah satu spot foto sudah dilengkapi dengan dua buah lampu blizt eksternal, dan dispot lain sudah perlengkapan lain lagi layaknya disebuah studio, jadi kalian tinggal berpose aja layaknya seorang model, setelah itu tinggal upload di sosial media pastilah mendapat like yang banyak hahaha.

     Keberhasilan masyarakat setempat dalam mengembangkan potensi wisata alam dikalibiru tentu saja mengangkat perekonomian didaerah tersebut, smoga wisata alam kalibiru bisa lebih baik lagi, walaupun banyak tempat sampah yang sudah tersedia diberbagai sudut, namun cukup disayangkan karena disamping toilet ada seperti tempat pembuangan akhir sampah dan dibakar ditempat tersebut, kan cukup disayangkan. Ya smoga puncak Dipowono yang menjadi kunjungan pertama saya tadi bisa berkembang juga seperti Kalibiru ini.    

Tuesday, 9 February 2016

Green Village Gedangsari

Sebuah tempat wisata baru di Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul. Tempat wisata ini menyuguhkan pemandangan alam yang cukup indah, bentang sawah didaerah Kabupaten Klaten dan juga waduk rowo jombor terlihat jelas dari tempat ini. Saya berkempatan mengunjungi tempat tersebut beberapa bulan yang lalu tepatnya hari Rabu, 23 Desember 2015, saya kesana karena diajak rekan kerja saya yang ingin main kesana bersama gank jaman kuliahnya dulu. Saya berangkat dari perempatan ringroad jalan Wonosari yang menjadi meet point kami sekitar pukul 9 pagi, setelah bertemu teman saya atun kami bergegas menuju Blok O untuk bertemu dengan gank kuliah atun si Dya dan Dwi. Setelah bertemu kami langsung bergegas menuju TKP melewati jalur berbah terus tembus piyungan dan naik menuju jalan wonosari.
Karena dari kami berempat belum pernah ada yang kesana praktis kami hanya mengandalkan google maps sebagai penunjuk jalan. Selain itu ini juga kali pertama saya main dengan gank nya atun dan disinilah kredibilitas saya sebagai bolang dipertaruhkan hahaha. Setelah naik sampai patuk kita masih lurus menuju arah kota wonosari, sampai dengan pertigaan sambipitu kita belok kiri menuju arah Glipar dan Gendangsari atau sama dengan jalan menuju Embung Batara Sriten, sebuah embung tertinggi di Gunung Kidul yang view nya juga keren namun dibutuh perjuangan untuk mencapai lokasi tersebut karena memang jalannya yang tidak begitu bagus. Kita lanjut lagi cerita perjalanannya, setelah mengikuti jalan sambipitu tadi, kita dipertemukan pertigaan menuju Gedangsari, kita ambil kiri mengikuti arah ke Gedangsari tersebut, wilayah Gedangsari ini berbatasan langsung dengan wilayah Klaten, Jawa Tengah jadi selain via Jalan Wonosari menuju ke Gedangsari ini juga bisa ditempuh via Jalan Jogja-Solo. *nanti saya ceritakan diperjalanan pulang. Memasuki wilayah Gedangsari kami mulai buta arah dan beberapa kali saya menyuru atun untuk membuka GPS di hape saya untuk memastikan kita berada dijalur yang benar.
Setelah melewati lebih dari 1 jam perjalanan dan melewati jalan yang cukup gronjal gronjal dan mulai bingung dengan jalan yang kita lewati kita putuskan untuk istirahat terlebih dahulu dan membuka bekal yang kita beli diperjalanan tadi. Sambil minum dan makan roti serta melihat pemandangan yang cukup indah di bawah sana menambah nikmat rasanya walaupun panas matahari cukup terik siang itu. Setelah sejenak beristirahat kita kembali melanjutkan perjalanan, dan agak ragu dengan jalan yang kita lalui karena sepertinya jalannya tidak lazim untuk menuju kesebuah tempat wisata, setalah naik turun bukit dan menyusuri jalan yang berkelok-kelok dengan kondisi jalan yang bermacam-macam akhirnya kita samapai jalan yang benar untuk menuju Green Village Gedangsari setelah tanya dengan adik yang baru pulang dari sekolah, karena sudah yakin dengan akses jalan untuk menuju tempat tersebut, kita putar balik kebawah untuk mampir ke Masjid, ada sebuah Masjid dengan bangunan yang cukup megah ditempat yang cukup jauh dari Kota tersebut.
urip mung mampir ngombe
Setelah menjalankan Ibadah kita langsung menuju ke Green Village Gedangsari yang jarak nya tidak terlalu jauh dari Masjid tersebut. Sampai TKP kita langsung memarkir sepeda motor, tidak ada restribusi tiket masuk untuk datang ketempat tersebut, cukup dengan membayar ongkos parkir sepeda motor dengan tarif Rp. 3000 kalau tidak salah. Setelah parkir kita langsung bergegas menikmati bentang alam dari tempat yang lagi ngehitz di Instagram tersebut, walaupun dibawah terik matahari atun and the gank tetep tidak peduli dan sibuk berfoto ria biar ikut ngehits, alhasil saya yang jadi korban untuk menjadi fotografer dadakan. Namun saya juga ngak mau kalah dengan mereka untuk ikut berfoto ria. Pada saat saya kesana pengunjung cukup banyak walaupun pas weekday, mungkin karena pas liburan semester. Ditempat tersebut juga sudah terdapat fasilitas beberapa Gazebo untuk berteduh dari terik panas matahari dan juga untuk menikmati pemandangan alam ditempat tersebut, selain itu juga terdapat bangunan rumah limasan serta toilet. Melihat ada salah satu Gazebo yang kosong kita bergegas untuk memakai gazebo tersebut untuk beristirahat dan kembali menikmati bekala yang kami bawa tadi, namun sayang tidak lama kemudian terlihat awan mendung mulai mengelayut dan Dya temennya atun mulai panik dan mengajak pulang akhirnya kami bergegas untuk pulang, namun sebelum pulang kami kembali foto dibawah tulisan Green Village Gedangsari. Selain itu kita juga tanya dengan penjaga parkir untuk akses jalan yang lebih mudah, dan kita disarankan untuk lurus naik keatas nanti setelah ketemu pertigaan disuruh ambil kiri untuk lewat Klaten.
Belum terlalu lama setelah kami meninggalkan Green Village Gedangsari ternyata hujan benar benar turun dan cukup deras, kami segera mengambil mantol yang ada di bagasi motor untuk kami pakai, dibawah guyuran hujan yang cukup deras dan kami juga masih buta dengan jalan yang kami lalui akhirnya ketemu juga dengan jalan mulus untuk menuju wilayah klaten, namun setelah ketemu jalan mulus tersebut saya juga sempat berdebar-debar karena kita langsung disuguhkan turunan tajam, dan saya juga belum mengetahui medan jalan tersebut, sayapun sempat hampir terjatuh ketika menuruni jalan tersebut, karena jalanan yang licin dan ketika motor saya rem dan membuat ban selip hingga kami hampir aja jatuh, namun Alhamdulillah saya masih bisa mengendalikan motor hingga akhirnya kami selamat melewati turunan tajam tersebut. Sampai bawah kita sudah memasuki wilayah Klaten, karena masih hujan saya pun tidak mengeluarkan Hape untuk melihat GPS, sehingga saya hanya main felling aja, dan akhirnya ketemu jalan utama Jogja-Solo dan disambut kemacetan panjang dan guyuran hujan lebat di daerah Prambanan. Itulah tadi cerita saya tentang Green Village Gedangasari, sebuah tempat yang cukup bagus untuk dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata, namun alangkah lebih baiknya kalau dikasih papan petunjuk arah untuk sampai kelokasi tersebut yang lebih banyak, agar memudakan para pengunjung untuk sampai ketempat tersebut.

Monday, 8 February 2016

Membuka Lembaran Baru

Setelah sekitar 3 bulan vakum tidak menulis diblog, karena berbagai kesibukan dan kesoksibukan maka kini saya buka kembali lembaran baru dalam menulis diblog, karena sudah cukup banyak hal dan petualangan saya selama triwulan terakhir ini. Pertama saya berduka karena partner nulis saya yang sudah menemani saya sejak 3tahun yang lalu, hampir 4tahun sih sebenernya si Toshiba L645 saya meninggal sekitar sebulanan yang lalu karena VGA nya mati dan ini bukan hal yang mengejutkan bagi saya, karena memang sebelumnya sudah punya riwayat sakit tuh VGA, dan kalaupun saya service kata temen saya yang biasa nyervice laptop itu tidak akan menjamin bakal bertahan lama, dan bakal rusak lagi, alhasil saya istirahatkan saja itu L645. Praktis kegiatan menulis saya agak tersendat walaupun sebenernya bias pake hape, namun bagi saya kurang nyaman jadi ya saya pending dulu kegiatan menulis saya.

Dan kini setelah beberapa hari yang lalu searching dan hampir sekitar sebulan setelah meninggalnya L645 akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada ASUS E202SA, sebuah netbook tipis, kecil, dan harga yang masih bersahabat dengan performa yang tidak terlalu mengecewakan. Saya memang cari yang agak kecil biar ringan buat dibawa kemana aja, toh pemakaian juga cuma buat office dan browsing doang. Smoga si asus e202sa ini bisa awet dan tahan lama, dan bisa menjadi partner jari saya dalam menulis dan melakukan kegiatan yang lain.  

statistics

dwitoro

sebagian kecil cerita hidup saya

Subscribe

Recent

Comment

Gallery

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Follow us on FaceBook

About

Powered by Blogger.

Popular Posts